Setelah Kasus Penghinaan Pancasila, Kini Indonesia Lanjutkan Kerja Sama Militer Dengan Australia

Indonesia dan Australia akhirnya sepakat meneruskan kerja sama di bidang pelatihan militer, ini sekaligus mengakhiri konflik terkait materi pelatihan militer Asutralia yang menghina Pancasila.
Kesepakatan dicapai ketika Presiden Joko Widodo melaksanakan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull di Sydney, Minggu (26/2/2017).
“Di bidang pertahanan dan keamanan, kedua negara juga sepakat untuk kembali melanjutkan kerja sama melalui kerja sama pelatihan kemiliteran,” tulis siaran pers resmi Istana.
Indonesia sempat memutus kerja sama militer dengan Australia menyusul adanya pelecehan Pancasila oleh unsur militer Australia.
Insiden dugaan pelecehan Pancasila itu sendiri berawal dari laporan instruktur bahasa Indonesia dari Kopassus yang bertugas di Australia bernama Lettu Inf Irawan Maulana Ibrahim ke satuannya.
Dalam misinya sebagai pengajar di pangkalan militer di Perth, Australia, Maulana menemukan materi pelajaran yang melecehkan Pancasila dan TNI.
Kurikulum yang diterapkan dan perilaku militer Australia, menurut Lettu Irawan, juga menunjukkan sikap yang mendiskreditkan ideologi Pancasila, yakni mengubahnya menjadi “Pancagila”.
Belakangan, militer Australia memberikan sanksi unsurnya yang diduga terlibat dalam perkara itu.
Militer Australia juga meminta maaf secara terbuka kepada TNI dan berjanji membenahi sistem kurikulum pendidikan militernya kembali.
Dalam pertemuan bilateral, Jokowi dan PM Turnbull juga sepakat akan terus membina hubungan baik dengan menghargai wilayah teritorial dan kedaulatan negara masing-masing.
“Hubungan yang baik dapat tercapai saat kedua negara menghargai wilayah teritorial masing-masing dan tidak ikut campur urusan dalam negeri dan mampu mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan,” ujar Presiden Jokowi.
PM Turnbull berpendapat sama. Australia berkomitmen terus mengakui dan menghargai kedaulatan dan keutuhan NKRI.
“Lombok traktat tahun 2006 merupakan fondasi hubungan strategis dan keamanan kedua negara bahwa Australia betul-betul memiliki komitmen untuk kedaulatan dan terirorial Indonesia,” ujar PM Turnbull.
Sumber : kompas.com

Related Posts:

MIRIS.! Beginilah Potret Penduduk Eks Timor-Timur yang Memilih Bertumpah Darah Indonesia!

Siapa sangka jika perpisahan NKRI dengan Timor Leste, nyatanya juga disesalkan banyak orang di sana. Perlu kamu tahu nih, dulu di masa pergolakan sebelum perpisahan, ada orang-orang sana yang getol menyuarakan persatuan dua negara ini, namanya adalah Batalion Milisi Aitarak. Mereka berjuang bersama TNI untuk mempertahankan wilayah beribu kota Dili itu untuk tetap bersama Indonesia.

Sayangnya, pada akhirnya usaha ini gagal dan membuat orang-orang Milisi Aitarak pun melakukan eksodus ke Indonesia. Mereka ini orang-orang asli Timor Timur yang sangat cinta Indonesia. Sehingga apa pun yang terjadi, ke Indonesia lah mereka akan pulang. Sayangnya, usaha besar mereka yang ingin mempersatukan Indonesia-Timtim itu tak pernah dipandang sebagai sesuatu yang penting. Hari ini, orang-orang berdarah Timor Leste tapi memilih NKRI itu tak bernasib baik di Indonesia.

Mereka sempat pernah menyesal kenapa memilih Indonesia kalau seperti ini kehidupannya sekarang. Namun, para pejuang itu pada akhirnya tak lagi peduli. Kondisi boleh miris, asal tumpah darah masih Indonesia.

Berjuang Agar Tak Pisah dari Indonesia

Tersebutlah pria bernama Jose Ximenes Siqueira Da Costa yang merupakan salah seorang anggota Milisi Aitarak yang kini tinggal di Indonesia. Dari dulu Jose dan teman-temannya yang lain memang tak pernah setuju kalau Timtim lepas dari Indonesia dengan berbagai alasan. Tergerak hatinya akan semangat persatuan, ia pun aktif dan getol sekali menyuarakan anti perpisahan.

Aksinya sangat dikecam, terutama oleh orang-orang Timtim yang pro perpisahan. Jose dan teman-temannya dianggap duri dalam daging karena ketidaksetujuannya. Nyawanya pun juga jadi incaran para pihak yang mendukung pisah itu.

Melupakan Timor Leste dan Memeluk Indonesia

Jose yang begitu dimusuhi bahkan diincar untuk dibunuh, akhirnya tak punya pilihan lain selain pergi ke Indonesia setelah Timtim berhasil pisah. Kecintaannya terhadap NKRI melebihi rasa sayangnya kepada kampung halaman. Kemudian beserta istri dan anak serta para teman-teman seperjuangan, Jose pindah ke Indonesia dan menempati wilayah perbatasan di NTT.

Hal yang lebih menyakitkan, tak lain adalah keluarga besar Jose yang ternyata lebih memilih menetap di Timor Leste. Berat rasanya hidup Jose terpisah dari keluarga meskipun ada anak dan istri. Tapi, semua itu diabaikannya atas dasar cinta kepada Indonesia.

Cinta Indonesia Tak Berarti Bahagia

Cerita perjuangan Jose mungkin hanya akan jadi cerita pengantar tidur untuk anaknya sendiri. Tapi, kisah itu bagaimana pun layak untuk diapresiasi. Setidaknya, ketika Jose dan teman-teman memilih Indonesia, mereka mendapatkan kehidupan yang layak. Tapi, pada kenyataannya tidaklah demikian.

Jose dan sebagian eks Timor Leste lainnya tinggal di tanah pinjaman dengan bangunan seadanya. Hidupnya pun juga tak benar-benar lebih baik. Dalam kondisi seperti ini apalagi lihat anak dan istri, sempat beberapa kali Jose kepincut pulang ke keluarganya di Timor Leste. Ia memang melakukan itu, tapi pada akhirnya kembali lagi setelah beberapa minggu. Ketika kembali menginjak Indonesia, Jose mengatakan sesuatu yang mungkin bisa jadi pelajaran buat kita. Ia berkata, “Saya terlalu sayang merah putih. Saya tidak menyesal memilih NKRI walaupun sengsara begini. Kalau menyesal, saya sudah selamanya pulang ke Timor Leste.”

Pulang ke Timor Leste mungkin jadi solusi untuk hidup lebih baik bagi Jose dan teman-teman. Tapi, di sisi lain, mereka pun juga tidak akan pernah mudah pula untuk hidup di sana. Sebagian orang ternyata masih ingat cerita pengkhianatan Jose yang dulu getol mempersatukan Indonesia-Timtim. Jose dan yang lainnya bisa dibunuh karena dendam lama tersebut.

Cinta NKRI Meskipun Air dan Listrik Miris

Jose dan beberapa teman eks Timor Leste lain tinggal di tanah pinjaman dengan bangunan seadanya. Jadi, mereka tak punya hak sejengkal pun atas tanah yang dipakainya. Hal ini membuat posisi mereka susah dan serba tidak pasti. Bisa saja karena satu dan lain hal orang-orang seperti Jose diusir.

Tak hanya hidup dalam serba ketidakpastian, mereka juga harus bertahan dengan kemirisan karena minimnya fasilitas penting seperti air dan listrik. Di beberapa perkampungan eks Timor Leste memang sampai saat ini belum ada listriknya. Air pun begitu, beberapa sumur kering. Salah seorang teman Jose bernama Luis berharap pemerintah mau membantu mereka. “Listrik dan air bersih. Itu saja, tak lebih,” ujar Luis.

Berkaca dari jasa dan semangat kecintaan mereka kepada pertiwi, maka sepertinya sudah selayaknya pemerintah lebih memperhatikan dan mengapresiasi orang-orang ini. Mereka rela dimusuhi kaumnya sendiri bahkan mungkin meninggalkan keluarga besarnya, hanya demi Indonesia. Terlepas dari hal yang miris yang mereka alami, kisah orang-orang Timtim yang cinta dengan Indonesia ini harusnya bisa menginspirasi semangat kebangsaan kita.

sumber : boombastis.com

Related Posts:

Kopassus : Kami Tidak Takut SETAN, Kami Lebih Takut PELATIH!

Pasukan Kopassus merupakan pasukan khusus, mereka bukan sembarangan pasukan kemampuan mereka di atas rata rata pasukan biasa. tak heran jika pasukan ini sangat disegani oleh musuh.

Seperti dikutip dari merdeka.com Salah satu episode paling mengerikan yang harus dialami setiap prajurit Kopassus adalah pendidikan Komando. Fisik dan mental mereka digojlok habis sampai level nol.

Materi latihan meliputi gunung, hutan, rawa dan laut. Rasa lelah, lapar, stres ditambah para pelatih yang menggilas mereka tanpa ampun.

Karena itu para prajurit Kopassus mengaku tak sempat merasa takut pada setan jika harus melewati medan gelap gulita di tengah malam. Mereka lebih takut pada para pelatih yang tak kenal ampun.

“Kami tidak takut setan, lebih takut pelatih,” ini jadi semacam semboyan mereka.

Namun tentu tak ada niat buruk dari para pelatih ini selain mendidik para prajurit agar menjadi pasukan komando tangguh berotot kawat dan mental sekeras batu.

Related Posts:

Kisah PILU Djuwari, Pemikul Tandu Jendral Soedirman yang TERLUPAKAN

Jenderal Soedirman adalah pahlawan yang mempunyai andil besar dalam kemerdekaan Indonesia. Nama besarnya bahkan tersohor sampai mancanegara. Perjuangan Jenderal Soedirman tidak akan terwujud tanpa jasa-jasa para pengikutnya yang rela memikul tandunya.

Di antara sekian banyak pengikut Jenderal Soedirman, tersebutlah seorang pria bernama Djuwari, sosok pemikul tandu Panglima Besar Jenderal Soedirman yang terlupakan dari sejarah Indonesia.

Melihat sosok Djuwari kini, tak terlihat bahwa dia adalah pemuda 21 tahun yang sempat memanggul Panglima Besar saat berperang gerilya melawan Belanda pada 1948.

Berperawakan kurus, Djuwari yang tinggal di Dusun Goliman, Kediri, Jawa Timur itu hidup dengan keadaan memprihatinkan. Bahkan kediamannya itu belum dilengkapi lantai. Namun terlepas dari keadaannya kini, ia masih ingat ketika dia memanggul tandu Pak Dirman (panggilannya kepada sang Jenderal) dengan rasa bangga.

Perjalanannya bermula ketika mengantar gerilya Jenderal Soedirman pada suatu pagi dengan tiga temannya, Karso, Warto, dan Joyodari menuju Dusun Magersari, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabubaten Ngajuk, Jawa Timur. Namun rute yang ditempuhnya tidaklah mudah, ia harus melewati medan berbukit-bukit dan hutan yang lebat.

Dalam perjalanan itu, Panglima Soedirman dikawal oleh Tjokro Pranolo, Supardjo Rustam, Suwondo, dan Heru Tjokro bersama pasukan bersenjata lainnya. Djuwari mengaku sangat bahagia karena dalam perjalanannya ditemani oleh ketiga temannya, dan mendapatkan hadiah pula dari sang Jenderal, yakni sebuah kain panjang.

Walau hanya seorang penandu, Djuwari mengaku senang ikut berjuang demi kemerekaan. Semua dilakukannya dengan rasa ikhlas tanpa berharap imbalan sedikitpun. Dari empat warga Dusun Goliman yang pernah memanggul tandu Panglima Besar, hanya Djuwari seorang yang masih hidup.

Putra Kastawi dan Kainem itu masih memiliki kisah dan semangat masa-masa perang kemerdekaan. Sedangkan tandu yang dulu dipergunakan untuk memanggul Panglima Sudirman dalam Perang Gerilya mengusir penjajah, sekarang tersimpan rapi di Museum Satria Mandala.

Sumber : Malangraya

Related Posts:

AR Baswedan, Kakek Anies Baswedan Pembawa Surat Pengakuan Kemerdekaan Indonesia

Mesir, 10 Juni 1947.

PERINTAH WAKIL MENTERI LUAR NEGERI KH. AGUS SALIM KEPADA ABDURRAHMAN BASWEDAN, MENTERI MUDA PENERANGAN REPUBLIK INDONESIA:
“BASWEDAN, BAGI SAYA TIDAKLAH PENTING APAKAH SAUDARA SAMPAI DI TANAH AIR ATAU TIDAK. YANG PENTING DOKUMEN INI HARUS SAMPAI DI INDONESIA DENGAN SELAMAT…!”

Itulah perintah tegas Agus Salim kepada AR Baswedan. Bahwa dokumen penting yang menjadi tanggung jawabnya itu, jauh lebih penting dari nyawa orang yang membawanya.

Selembar dokumen maha penting itu berhasil didapat setelah delegasi Indonesia selama berminggu-minggu melakukan negosiasi, melobi wartawan dan pemerintah Mesir.

Perwakilan Pemerintah Belanda di Mesir terus menghalangi upaya mereka untuk mendapatkan pengakuan internasional atas kemerdekaan RI. Dokumen tersebut adalah selembar surat pengakuan Mesir kepada Negara Republik Indonesia yang berdaulat secara de facto dan de jure, yang ditandatangani Menlu Mesir Nokrashi Pasha, tertanggal 10 Juni 1947.

Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan Negara RI.

Keberhasilan mendapatkan satu pengakuan kemerdekaan tersebut, harus segera dilaporkan kepada Presiden Soekarno di Jogjakarta.

Baswedan pun diperintah Agus Salim untuk kembali ke tanah air dan membawa dokumen itu secara rahasia.

Ia harus menyampaikan dokumen itu seorang diri tak peduli bagaimanapun caranya, karena rombongan delegasi saat itu masih harus melobi negara-negara Liga Arab lainnya.

Ketika itu untuk menuju Jakarta dari Kairo, hanya melalui pesawat dengan tujuan Singapura. Sialnya RI yang baru saja merdeka tidak memiliki perwakilan di Singapura. Dan tentara Belanda yang mengenal Baswedan sebagai pemuda aktivis pejuang kemerdekaan, terus menghalangi ia utk kembali ke Indonesia.

Baswedan berkeliling mencari cara dan tumpangan untuk bisa kembali ke Indonesia. Sebagai seorang pemuda keturunan Arab, Baswedan yg pernah menjadi wartawan dan Ketua Partai Arab di Indonesia, sekaligus anggota BPUPKI itu, memiliki jaringan perkawanan yang amat luas.

Selama sebulan di Singapura, ia bergerilya mencari tumpangan untuk pulang ke Indonesia dan hidupnya disokong oleh seorang teman Arabnya. Akhirnya seorang kawannya, Talib Yamani, berhasil membantunya menaiki pesawat menuju Jakarta.

Namun penjagaan pasukan Belanda di Bandara tak kurang ketatnya. Semua yang datang digeledah oleh tentara, dan jika sampai ketahuan maka dokumen penting yang dibawa Baswedan pasti akan dirampas oleh mereka, dan ia terancam ditangkap.
Baswedan tak kurang akal. Ia pun melipat kecil dokumen penting dari Pemerintah Mesir itu, dan menyembunyikannya di bawah kaki di dalam kaos kakinya.

Kedua kakinya saat itu hanya terbungkus sepasang sepatu lusuh, yang telah menemaninya selama berbulan-bulan bergerilya mencari pengakuan kemerdekaan di negeri asing.

Taktik yang sempurna. Karena ternyata tentara Belanda menggeledah semuanya, tapi terlalu malas untuk memeriksa sepatu dan kaos kaki dekilnya.

Setelah lolos dari pemeriksaan, AR Baswedan segera menuju Jogjakarta. Ia menemui Soekarno yang memeluk dan menerimanya dengan berlinangan air mata kebahagiaan.
Setelah Mesir, satu per satu pengakuan dari negara lainpun berdatangan.

Pupus sudah harapan Belanda untuk membentuk Negara Indonesia Serikat yang berada dibawah kekuasaan mereka.
Pengakuan Mesir itu sudah menghancurkan harapan penjajah. Dengan adanya dukungan Internasional, maka RI bisa bersuara di PBB dan akhirnya berbuah manis dengan diakuinya Negara Republik Indonesia oleh dunia internasional.

Jerih payah Baswedan membawa selembar surat pengakuan kemerdekaan, telah menghantarkan Indonesia untuk mencapai posisi yang sama dengan negara-negara merdeka lainnya di dunia.

Bersama dengan tokoh pejuang seperti AR Baswedan itulah Anies Rasyid Baswedan kecil bergaul, dan tinggal serumah di Jogjakarta.

AR Baswedan adalah kakek Anies yang teramat ia cintai dan selalu menjadi panutan dalam hidupnya.

Sebagai cucu pertama, Anies sering dibawa kakeknya dan menemaninya berbicara di depan publik, mengikutinya berorasi di atas panggung, dan bertemu dengan tokoh-tokoh nasional maupun internasional yg silih berganti menemui dan berdiskusi dengan sang kakek.
Saat sudah masuk SD, tugas Anies kian beragam. Ia diajari mengetik surat agar dapat membantu AR Baswedan yang mendiktekan isi surat, untuk dikirim kepada teman-temannya.

Sebagai penghargaan, di baris terakhir Anies biasa diminta untuk menambahkan kalimat:
‘Surat ini diketik oleh cucu saya, Anies Rasyid Baswedan.’

Tugas Anies mendampingi Sang Pejuang belum selesai.

Saat ia menginjak remaja, Anies mulai dibolehkan belajar mengendarai vespa.

Tugas barunya adalah mengantar kakek untuk mengunjungi teman-temannya. Ia juga menjemput teman-teman seperjuangan kakeknya yang datang berkunjung ke Jogja.

Dengan pengalaman masa kecil dididik oleh sang kakek yang tokoh pejuang, diasuh oleh sang Ibu yang seorang guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta, serta ditempa oleh ayah yang seorang Wakil Rektor di Universitas Islam Indonesia, tak heran Anies kemudian tumbuh menjadi seorang intelektual muda yang cerdas dan cekatan.

Tak heran Anies yang mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM itu, pernah masuk ke dalam ‘Daftar 100 Intelektual Dunia’ pilihan majalah Foreign Policy thn 2008, dan ‘Young Global Leaders’ versi World Economic Forum tahun 2009.

Ia juga jd penggagas Gerakan Indonesia Mengajar yang melibatkan ribuan pemuda di seluruh Indonesia.

Kini Anies Baswedan yang juga mantan Menteri Pendidikan itu, memasuki fase perjuangannya yang baru.

Ia memutuskan untuk bersedia menerima lamaran Sandiaga Uno, agar menjadi pasangannya di Pilkada DKI.

Hujatan dan kritikan yang menghujani Anies saat ini, mengingatkannya kepada petuah sang kakek bahwa ‘Tak Ada Perjuangan Yang Usai’. Selama hayat dikandung badan, maka setiap manusia selalu dituntut untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi sesamanya.

Hujan kritikan pedas yang pernah diterimanya 3 tahun lalu saat dirinya maju mengikuti konvensi di sebuah partai, persis kini dialaminya lagi.

Keputusannya untuk terjun kembali ke politik dengan menjadi Cagub DKI Jakarta, yang diusung oleh 2 partai yg pernah menjadi lawannya di saat Pilpres 2014 lalu itupun, menuai pro dan kontra.

Soal jalan politik yang dipilih sebagai titian perjuangannya itu, dan tentang kenangannya terhadap sang kakek AR Baswedan yang menjadi guru kehidupan sekaligus motivator yang melekat di dalam jiwanya, Anies memberikan penuturan yang kuat dan indah.

Tekad politiknya yang justru kian menebal dalam menghadapi derasnya kritikan dan hujatan, serta cita-cita tinggi Anies dalam membangun bangsa, diabadikan dalam sebuah rekaman 3 tahun lalu.

sumber : ruangbicara.com 

Related Posts:

Sarwo Edhie Wibowo : Jangan Berikan Leher Kalian GRATIS Kepada PKI!

Setelah menumpas G30S di Jakarta, Pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) bergerak ke Jawa Tengah. Salah satu kota sasaran RPKAD adalah Solo yang saat itu menjadi salah satu basis PKI.

RPKAD mulai memasuki Solo sekitar akhir Oktober 1965. Kedatangan komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan pasukannya disambut aksi mogok kerja Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) di Stasiun Solo Balapan. 

Mereka hanya duduk-duduk di pinggir rel. Kereta dari Yogyakarta, Semarang, Madiun dan tujuan lain tertahan di Solo.

Kolonel Sarwo pun berdialog dengan para buruh tersebut. Wartawan Senior Hendro Subroto melukiskan peristiwa itu dalam buku 'Perjalanan Seorang Wartawan Perang' yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.

Sarwo yang berkaca mata hitam berteriak. "Siapa yang mau mogok, berkumpul di sebelah kiri saya." 

Hening. Tak ada yang bergerak. Sarwo berteriak lagi. "Siapa yang tidak mau mogok supaya berkumpul di sebelah kanan saya. Saya beri waktu lima menit!"

Ternyata semua pekerja itu berkumpul di sebelah kanan Sarwo. Tak ada satu pun yang berdiri di kiri. "Lho ternyata tidak ada yang mau mogok. Kalau begitu jalankan kereta api," kata Sarwo.

Para pekerja itu bergerak ke pos masing-masing. Mogok kerja berakhir, kereta pun berjalan kembali.

Di Jawa Tengah, pasukan ini juga kerap melakukan show of force. Mereka konvoi keliling kota dengan panser dan puluhan truk pasukan RPKAD. Para prajurit melambai-lambaikan tangan dengan ramah pada masyarakat yang semula takut. Strategi itu berhasil, rakyat menyambut sementara para pendukung G30S mulai ciut.

Sekain konvoi, Sarwo juga berorasi di rapat umum yang dihadiri ribuan massa. Sarwo mencoba menggerakan rakyat agar berani melawan PKI.

"Siapa yang bersedia dipotong lehernya dibayar seribu rupiah?" teriak Sarwo. Massa terdiam.

"Sepuluh ribu rupiah?" Massa masih diam.

"Seratus ribu? Sejuta? Sepuluh juta?" lanjut Sarwo pada massa yang terdiam.

"Jika dibayar Rp 10 juta saja kalian tidak mau dipotong lehernya, jangan berikan leher kalian secara gratis pada PKI. Kalian lawan PKI. Jika kalian takut, ABRI berada di belakang kalian. Jika kalian merasa tidak mampu, ABRI bersedia melatih," kata Sarwo disambut sorak sorai massa.

Ucapan Sarwo Edhie benar-benar dilakukan. RPKAD melatih pemuda-pemuda maupun aktivis ormas antikomunis. Rakyat ikut bangkit melawan PKI. 

Merekalah yang kelak menjadi jagal bagi para anggota PKI, atau simpatisan, atau orang yang dituding sebagai PKI. Sejarah kemudian mencatat pembantaian massal terjadi di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Sarwo Edhie mencatat korban tewas tak kurang dari 3 juta orang.

sumber : merdeka.com

silahkan dibagikan

Related Posts:

Sebelum Ingin Memotong Tentara, Iwan Bopeng Ternyata Pernah Mengancam Bacok Tentara

Iwan Bopeng ternyata tidak hanya sesumbar memotong tentara. Video lain yang viral baru-baru ini menunjukkan, pendukung Ahok itu juga melontarkan sesumbar lain pada TNI.

Dalam sebuah video yang beredar di Facebook dan Youtube, pria berinisial FT itu juga sesumbar bacok tentara. Menurut pengakuan netizen, video tersebut direkam oleh salah seorang warga sewaktu terjadi keributan di TPS tersebut.

“Tu anak siapa tu, hei, tentara gue potong disini apalagi lu yee..” kata Iwan Bopeng sambil melangkah maju dan menunjuk-nunjuk.

Akibat sesumbarnya tersebut, puluhan prajurit TNI tersinggung dan menantang balik Iwan Bopeng.

Meskipun Iwan Bopeng kemudian meminta maaf, Pemuda Panca Marga (PPM) meminta agar aparat penegak hukum memproses pendukung Ahok tersebut.

"Maka kami atas nama organisasi putra-putri veteran TNI meminta agar aparat penegak hukum memproses. Karena ini sudah perbuatan yang tidak baik dalam kancah pilkada yang dapat menjadi pemecah persatuan dan kesatuan bangsa dan saya berharap timses mempertanggung jawabkan ulah anak buahnya itu atau kami Pemuda Panca Marga yang akan kasih dia pelajaran," kata Sekertaris Jenderal PPM, Saharuddin Arsyad, Sabtu (18/2/2017), seperti dikutip Viva.

video ancaman Iwan Bopeng


Sumber : idnusa.com

Related Posts:

MANTAP JIWA..! PASKHAS Kalahkan 120 Tim dari 20 Negara di Kejuaraan Aquathlon!

Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memberikan penghargaan kepada atlet TNI AU yang berprestasi. Penghargaan ini diberikan kepada prajurit dari Tim Triathlon 467 Paskhas.

Acara dilaksanakan di auditorium Denma Markas Besar TNI Angkatan Udara (AU), Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (17/2/2017). Marsekal Hadi Tjahjanto secara simbolis memberikan penghargaan itu kepada Tim Triathlon 467 Paskhas. Dia mengatakan Tim Triathlon 467 Paskhas sebelumnya menjuarai event Aquathlon Metasport Series di Singapura 2017 dengan mengalahkan 120 tim dari 20 negara.

"Prestasi yang dicapai oleh atlet triatlon TNI AU di kejuaraan tersebut dari hasil kerja keras dan keseriusan yang dilakukan oleh Pratu Olef Martinus Kafiar dan Pratu Nicolson yang mampu mengalahkan 120 tim," kata Hadi di lokasi.

Hadi mengatakan keikutsertaan prajurit Paskhas dalam kejuaraan internasional tersebut sangat berarti. Dia menambahkan olahraga triatlon sendiri bukan olahraga yang mudah.

"Olahraga triatlon bukan olahraga yang mudah. Selain dibutuhkan tenaga dan stamina yang prima, juga dibutuhkan latihan yang berkesinambungan agar mampu menyelesaikan berbagai tahapan," tambahnya.

Karena itu, Hadi berharap prestasi yang dicapai oleh Tim Triathlon 467 Paskhas kali ini menjadi motivasi di event berikutnya.

"Saya harap jangan cepat puas diri. Jadikan ini sebuah motivasi serta tetap berlatih dan menjaga fisik dan kesehatan. Dan mampu meraih prestasi yang lebih baik lagi di event internasional yang lebih besar lagi," ucap Hadi.

Tim Triathlon 467 Paskhas merupakan tim bentukan dari Komandan Batalyon Komando 467 Paskhas di bawah pimpinan Letkol Pas Nursalim. Triatlon sendiri adalah olahraga yang menggabungkan tiga cabang, yakni berenang, bersepeda, dan lari. Dalam olahraga ini, jarak tempuh bagi atlet adalah 1.500 meter renang, 40 kilometer bersepeda, dan 10 kilometer lari. 
(rvk/idh)

Sumber : news.detik.com 

Ayo di share!

Related Posts:

Kisah MENGHARUKAN Yang Chil-Seong, Seorang KOREA yang Berperang demi Indonesia!

Yang Chil-Seong
Berdasarkan beberapa cerita sejarah, ada seorang berkebangsaan Korea yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Orang itu namanya Yang Chil-seong dan memiliki nama khas Indonesia Komarudin.

Komarudin mempertaruhkan nyawanya demi Indonesia yang jelas-jelas bukan negaranya. Saat itu, setelah Jepang menyerah pada sekutu, ketimbang kembali ke Korea, dia lebih memilih tinggal dan bergabung dengan TNI.

Komarudin berjuang tanpa lelah untuk membuat Belanda kebingungan. Dia melakukan berbagai taktik berperang hingga membuat Belanda jadi kelimpungan.

Saat Indonesia dijajah Jepang pada 1942, Korea mengalami hal yang sama. Keadaan ini membuat banyak serdadu dari Korea diboyong Jepang ke Indonesia untuk keperluan keamanan.

Para serdadu Korea ditugaskan untuk menjaga tawanan perang dari Jepang yang isinya orang Belanda dan juga sekutu-sekutunya. Dari sekumpulan serdadu yang ditugaskan itu, muncullah seorang Komarudin yang memiliki jiwa juang tinggi.

Komarudin melakukan semua tugasnya dengan baik meski harus ditekan oleh Jepang. Komarudin juga melakukan sosialisasi dengan penduduk lokal. Dari sana kecintaan Komarudin terhadap Indonesia mendadak muncul.

Saat Jepang tunduk setelah bom Hiroshima dan Nagasaki meledak, semua pasukan Jepang atau serdadu yang dibawa Jepang akan ditangkap. Mereka juga banyak yang pulang ke negaranya agar tidak dieksekusi oleh Belanda.

Mengetahui hidupnya ada dalam bahaya, Komarudin lebih memilih untuk tinggal di Indonesia untuk menghabiskan hidupnya dan berjuang. Pria Korea yang sudah jatuh hati dengan Indonesia ini juga akhirnya menikah dengan gadis Indonesia.

Kecintaannya pada wanita itu jugalah yang membuat jiwa nasionaslismenya meningkat dengan tajam. Tanpa ada paksaan, dia mau berperang ketika Belanda dan sekutu kembali masuk lagi ke Indonesia.

Begitu Belanda memberikan tekanan yang teramat kuat pada Indonesia, Komarudin ikut bergabung dengan TNI. Bersama dengan dua mantan tentara Jepang, dia ikut masuk ke dalam pasukan gerilya bernama Pangeran Papak.

Kelompok ini melakukan serangan mematikan yang membuat Belanda pusing tujuh keliling dan ingin menangkap keduanya untuk dieksekusi.

Komarudin dan dua rekannya memiliki pola serangan yang unik. Komarudin juga dikenal pandai beladiri dan kebal dengan peluru. Semasa berjuang membela NKRI, Komarudin juga pernah menggagalkan Belanda dalam menguasai kawasan Wanaraja.

Komarudin juga disebut-sebut terlibat dalam peristiwa Bandung Lautan Api yang sangat melegenda itu. Setelah berjuang mati-matian, Komarudin akhirnya berhasil ditangkap oleh Belanda.

Komarudin dan dua temannya dijatuhi hukuman mati karena dianggap melakukan tindakan makar kepada Belanda. Setelah dieksekusi, Komarudin akhirnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pasir sebelum akhirnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Tenjolaya, Garut, Jawa Barat.

Terungkapnya identitas Komarudin yang merupakan seorang Korea dilakukan oleh Sejarawan dari Jepang dan Korea Selatan. Dari terungkapnya fakta ini, pemerintah Korea Selatan dan Indonesia mendatangi makam dari pejuang ini untuk mengganti nisannya secara militer.

Dari penggantian ini, Komarudin resmi menjadi salah satu pahlawan Indonesia meski keberadaannya dilupakan oleh banyak orang. 

(Berbagai Sumber), courtessy : otonomi.com

Related Posts:

Agus Harimurti Yudhoyono dan Desas-Desusnya sebagai Calon Presiden

Nama Agus Harimurti Yudhoyono berhasil menyentak publik. Putra sulung dari Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ini nyaris tidak pernah diperbincangkan sebelumnya untuk Pilkada Jakarta.
Begitu ia dimunculkan oleh "Koalisi Cikeas" sebagai Calon Gubernur berpasangan dengan Sylviana Murni, hampir semua publik mempertanyakan. Apalagi, ia sedang dalam posisi menanjak dalam karir militernya.  

Bahkan, Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, mengibaratkan Agus sebagai calon yang diturunkan dari langit. 

"Siapa mengira Agus Yudhoyono akan jadi cagub? Ini bukan lagi kawin paksa, tapi ini diturunkan dari langit. Dalam kultur Jawa, dikenal wangsit. Mungkin wangsit turun di Cikeas dua hari sebelumnya," ucapnya dalam diskusi Perang Bintang Di Langit Jakarta, di Cikini, Jakarta, Sabtu (24/9). 

Kemunculan Agus ini semakin membuat Pilkada Jakarta menarik. Bukan hanya karena para calon yang dimunculkan semua hebat, tetapi karena para tokoh di belakang para calon adalah orang-orang besar dalam perpolitikan Indonesia, yaitu Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Para tokoh ini sedang mempersiapkan peluang kemenangan di Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2019. 

"Bukan hanya karena para calon yang hebat-hebat, tapi para resinya yang luar biasa. Itu sebabnya Pilkada kali ini jauh lebih menarik daripada 2007 dan 2012. Tahun ini Pilkada rasa Pilpres, ini proxy menuju 2019," kata Qodari.

Khusus untuk Agus, dia melihat kemungkinan ada potensi besar yang belum terlihat pada diri pensiunan Mayor itu. Jika Agus disukai masyarakat dalam proses Pilkada Jakarta, meskipun belakangan ia kalah, tetapi masyarakat akan melihat ia berpeluang menang pada Pilpres 2019.  

"Kalau dia bagus di Pilkada Jakarta, masyarakat akan tertarik padanya di Pilpres 2019 dan dia akan jadi calon kuat," ucap Qodari.

Agus memutuskan keluar dari TNI untuk Pilkada Jakarta dengan pangkat terakhir Mayor Infanteri. 

Selepas lulus dengan predikat terbaik dari Akademi Militer di tahun 2000, ia pernah menjalani dan menjadi lulusan terbaik dari beberapa kursus. Misalnya Kursus Dasar Petugas Infanteri (2001), Kursus Intelejen Tempur (2001), Kursus Petugas Operasi Batalyon (2004) dan Kursus Manuver Karir Kapten, Fort Benning (2011). 

Dia mengantongi tiga gelar master dari tiga universitas terbaik di luar negeri. Master Kajian Strategi dari S Rajaratam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapore (2006); Master Administrasi Publik dari John F. Kennedy School of Government, Harvard University, U.S. (2010); dan Master of Arts Leadership and Management dari George Herbert Walker School of Business and Technology, Webster University dengan hasil yang sempurna, yaitu IPK 4.0 (2015).

Pada bulan Juni 2014, Agus menjalani tugas pendidikan militer di Command and General Staff College (CGSC) di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat. Ia lulus pada 12 Juni 2015 dengan hasil sempurna yaitu dengan IPK 4.0. [ald]

Sumber : rmol 

Bagaimana pendapat anda? 

Related Posts:

Iwan Bopeng, Seorang yang Ingin Memotong Tentara Akhirnya Ketakutan dan Meminta Maaf

Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan beredarnya video Youtube pendukung paslon pilgub DKI nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat saat berada di Tempat Pemungutan Suara (TPS) wilayah Jakarta yang mengancam tentara.

Dalam video tersebut, pria yang disebut bernama Iwan Bopeng mengucapkan ancaman terhadap tentara. Pada video itu, ia mengatakan hendak memotong tentara.

“Tu anak siapa itu anak kecil tadi eh… tentara gua potong di sini, apalagi elu ye”, ancam dari Iwan Bopeng. Sontak ia langsung diamankan oleh warga agar tidak menyulut kemarahan rakyat yang berada di TPS.

Menanggapi hal itu, pria baruh baya justru menantang balik Iwan yang sesumbar akan memotong Tantara untuk berduel. Sampil menggesek-gesekkan pedang ke arah tangan, leher dan wajah, si bapak ini menantang Iwan Bopeng.

Namun akhirnya kini Iwan Bopeng pun meminta maaf atas perkataannya saat itu. Permintaan maaf itu disampaikannya melalui video yang kini juga telah tersebar di Youtube.

Iwan mengakui bahwa dirinya telah mengatakan kalimat yang tidak sopan karena saat itu ia merasa kesal kawannya dihalang-halangi untuk melakukan pencoblosan.

Sontak ia tersulut emosi dan memaki-maki sejumlah warga yang ada di lokasi saat itu. Video permintaan maaf Iwan Bopeng tersebut berhasil diunggah ke media berbagi video Youtube selang sehari pasca ia sesumbar motong tentara.

“Saya ingin mengklarifikasi ucapan saya pada saat itu yang kurang sopan. Saya ingin meminta maaf dengan tulus kepada teman-teman tentara,” ucap iwan dalam video yang berdurasi 2.03 menit. Ia juga mengaku, ucapannya saat itu agar tidak diperpanjang.

Diketahui ucapan Iwan tersebut telah menyebar dan menjadi viral di media sosial.

“supaya tidak melebar kemana-mana demikian klarifikasi yang saya lakukan. Seklaigus memohon maaf, dan kiranya sudi dimaafkan apa permohonan maaf saya ini kepada tentara, imbuh Iwan.

Video permintaan tersebut telah disaksikan lebih dari 2 ribu pasang mata. Diketahui, sebelumnya iwan sempat marah-marah dan menyinggung tentara. Akibat ucapannya itu banyak pihak yang langsung meresponnya.





Related Posts:

Susilo Bambang Yuhoyono, Sang Jendral "Master of Strategy"


SANG MAESTRO
oleh Erawan Yusron

Analisa yg bagus
Analisa politik kehebatan SBY-SANG MAESTRO politik
1. Ini dimulai dari keputusan SBY untuk memberikan calon alternatif Gubernur DKI #sangmaestro
2. Tujuannya adalah memecah energi Ahok cs sehingga tidak fokus menyerang satu calon saja. #sangmaestro
3. Ahok cs punya semua perangkat untuk membunuh karakter lawan-lawan politik mereka: media, uang dan juga dukungan terkuat : kekuasaan pemerintah. #sangmaestro
4. Adanya tambahan calon, membuat mereka harus menyerang 2 calon. Butuh dana dan logistik tambahan. #sangmaestro
5. Selain itu butuh pikiran-pikiran dan isu-isu baru untuk menyerang dua calon yang ada. Energi tambahan. Duit tambahan. #sangmaestro
6. Ahok di awal sudah punya elektabilitas mencapai 75%. Rasanya hampir tidak mungkin memukul elektabilitas ini sampai di bawah 50%. #sangmaestro
7. Di sinilah SBY berperan. #sangmaestro
8. AHY muncul, memberi alternatif bagi para pemilih yang tidak bisa mengabaikan 'ideologi' mereka, namun ragu memilih Anies. #sangmaestro
9. Ingat bahwa pemilih Ahok adalah pemilih 'ideologis' yang terdiri dari no muslim dan 'muslim sangat abangan'. #sangmaestro
10. Bagi muslim yang 'sedikit abangan', mereka tidak akan memilih Ahok, tapi agak ragu memilih Anies. Nah, SBY masuk di sini. #sangmaestro
11. Tujuan SBY adalah mengenalkan AHY ke kancah politik level nasional. Sekarang semua kenal AHY. Berhasil. Sebentar lagi AHY akan memimpin Partai Demokrat. #sangmaestro
12. SBY tahu bahwa selama 10 tahun ia memimpin, ia berhasil 'meredam' kekuatan konglomerat Cina. Namun sekarang konglomerat Cina merangsek terlalu dalam. #sangmaestro
13. Jakarta adalah pertaruhan. SBY harus turun gunung mencegah konglo Cina masuk terlalu dalam. Jokowi terlalu lemah untuk ini. #sangmaestro
14. Strategi jitu, energi Ahok cs terkuras habis. Proposal yang masuk ke Tim Pemenangan Ahok sangat banyak, tetapi banyak proposal abal-abal. #sangmaestro
15. Tambahan lagi blunder oleh Ahok sendiri dengan mulut jambannya yang terkenal. Sangat menguntungkan SBY. #sangmaestro
16. Elektabilitas Ahok turun perlahan-lahan. #sangmaestro
17. Menjelang pemilihan, SBY mengeluarkan twit-twit 'ceriwis'. Ingat, bukanlah kebiasaan SBY untuk menjadi 'ceriwis'. #sangmaestro
18. Isu sadap justru dimanfaatkan SBY untuk lebih menguras energi Ahok cs dan tim medsosnya. #sangmaestro
19. Ahok cs sibuk sekali menyerang SBY, dan SBY SENGAJA meladeninya. #sangmaestro
20. Menyerang SBY melalui Antasari justru membuat SBY makin bersemangat untuk 'ceriwis'. #sangmaestro
21. 'Ceriwis' adalah strategi jitu sebagai diversion bagi Tim Ahok cs. #sangmaestro
22. Di debat terakhir, elektabilitas Ahok Djarot sudah turun di bawah 50% dan Anies Sandi bisa mencapai 40% (yang sebelumnya hanya belasan persen). #sangmaestro
23. Terima kasih SBY yang membuat Pilkada DKI harus menjadi 2 putaran. #sangmaestro


Related Posts:

Inilah Sarwo Edhie Wibowo, Kakek dari Agus Yudhoyono yang Membuat Nyali PKI Ciut

Sarwo Edhie Wibowo
"Hidup Pak Sarwo, hidup Pak Sarwo!"

M Yusuf (80), masih mengingat bagaimana rakyat mengelu-elukan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo saat memasuki Jawa Tengah. Kala itu Sarwo memimpin Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) membasmi kekuatan komunis di sana.

Sosok perwira dengan baret merah dan seragam loreng darah mengalir, sebutan loreng khas RPKAD, itu sangat populer di mata masyarakat.

"Seingat saya di Jawa Tengah saat operasi, nama Pak Sarwo lebih terkenal daripada Pak Harto," kata seorang pensiunan prajurit.

Politikus PPP Suharso Monoarfa, mengaku termasuk yang terpesona oleh sosok Sarwo Edhie saat itu.

"Dulu waktu di Malang, usai penumpasan G30S/PKI, saya lihat Komandan RPKAD Sarwo Edhie Wibowo. Gagah sekali," kata mantan menteri perumahan rakyat era SBY itu.

Tanpa Sarwo Edhie Wibowo mungkin tak semulus ini Soeharto membangun Orde Baru. Sarwo sangat berjasa di hari-hari paling menentukan selepas G30S.

Tanggal 1 Oktober 1965, di saat belum jelas siapa kawan dan siapa lawan, RPKAD jadi satu-satunya pasukan yang bisa diandalkan Mayjen Soeharto. Mereka diberi tugas membebaskan RRI dari tangan pasukan komunis dan menguasai Halim.

Sarwo Edhie dan pasukannya pula yang mencari dan menemukan lubang tempat para pahlawan revolusi berada di Lubang Buaya. Beruntung mereka mendapat bantuan dari agen polisi Sukitman. Seorang polisi yang kebetulan ikut diculik gerombolan Letkol Untung tapi tak dieksekusi.

Setelah kekuatan PKI di Jakarta dibereskan, Sarwo Edhie dan pasukannya bergerak ke Jawa Tengah. Tanggal 19 Oktober 1965, dia sampai di Semarang.

Saat itu kekuatan PKI di Jawa Tengah masih kuat. Massa PKI dan pendukungnya masih berani melakukan perlawanan. Di berbagai kota, Sarwo selalu menggelorakan semangat rakyat untuk bergerak melawan PKI.

"Jangan berikan leher kalian secara gratis pada PKI. Kalian lawan PKI. Jika kalian takut, ABRI berada di belakang kalian. Jika kalian merasa tidak mampu, ABRI bersedia melatih," kata Sarwo disambut sorak sorai massa.

Ucapan Sarwo Edhie benar-benar dilakukan. RPKAD melatih pemuda-pemuda maupun aktivis ormas antikomunis. Rakyat ikut bangkit melawan PKI.

Merekalah yang kelak menjadi jagal bagi para anggota PKI, atau simpatisan, atau orang yang dituding sebagai PKI.

Saat Sarwo kembali ke Jakarta, dia merebut hati pelajar dan mahasiswa antikomunis. Sarwo pula memberi jaminan keamanan bagi para aktivis mahasiswa yang berdemo. Pasukan elite baret merah menyamar menjadi orang sipil untuk mengawal para mahasiswa. Para preman bayaran yang akan menyerang mahasiswa pun tak berani bergerak.

"Pak Sarwo sangat dekat dengan mahasiswa. Banyak mahasiswa menemui Pak Sarwo di Cijantung (markas RPKAD). Pak Sarwo juga perintahkan lindungi adik-adik mahasiswa ini," kata Maman (82), mantan anak buah Sarwo Edhie.

Berita soal Sarwo nyaris muncul setiap hari di koran. Sebagian besar berisi pujian atas prestasinya menumpas PKI.

Namun kepopuleran Sarwo rupanya tak disukai sang atasan. Konon tak boleh ada matahari kembar yang membayangi Jenderal Soeharto. Saat karirnya sedang sangat cemerlang, mulai ada upaya untuk membuangnya.

Betapa terkejutnya Sarwo saat mendengar desas-desus dia akan dijadikan duta besar di Rusia. Semua orang tahu Sarwo adalah penumpas komunis. Kini dia diceburkan di negara yang berpaham komunis. Ini seperti sebuah ledekan buat dirinya.

Ani Yudhoyono menceritakan ayahnya sempat terpukul saat mendengar hal itu. Dia melihat Sarwo banyak melamun di depan rumah.

"Suatu hari aku sempat mendengar Papi bicara pada ibu 'kalau aku memang mau dibunuh, bunuh saja. Tapi jangan membunuh aku dengan cara seperti ini'," kata Ani menirukan sang ayah dalam buku Kepak Sayap Putri Prajurit.

Sarwo akhirnya memang tak jadi dijadikan duta besar di Moskow. Namun dia tak pernah mencapai posisi puncak sebagai seorang militer.

Firasat akan dibuang sebenarnya sudah dirasakan Sarwo. Saat menjadi Panglima di Irian, Sarwo berkisah pada Jenderal Hoegeng, yakin tak akan lama lagi dirinya akan dicopot Soeharto.

Soeharto mendengar desas-desus Sarwo Edhie mau menggalang kekuatan untuk mendongkel Soeharto.

"Padahal saya tak melakukan apa-apa, dan tak merencanakan apa-apa," kata Sarwo Edhie pada Hoegeng dengan nada sedih.

Soeharto kemudian mengirim Sarwo menjadi Duta Besar di Korea Selatan dan akhirnya memarkir sang jenderal menjadi Kepala BP7 yang mengurusi ceramah dan propaganda soal Orde Baru dan Pancasila. Sungguh bukan tempat yang cocok untuk seorang perwira militer dengan pengalaman tempur seperti Sarwo.

Meminjam istilah wartawan senior Julius Pour, Sarwo Edhie Wibowo ibarat cerita wayang. Dimasukan kembali ke kotaknya setelah lakonnya berakhir. Sarwo tak sendiri, sejumlah jenderal pembangun Orde Baru yang lain merasakan hal serupa. Dibuang sang dalang setelah lakon mereka selesai.

sumber : merdeka.com 

Silahkan di share


Related Posts:

MENDEBARKAN.! Saat Sniper Terbaik Indonesia Bisa Selamat Karena Syal Merah Putih

tatang koswara
Namanya Tatang Koswara. Dia masuk dalam daftar penembak jitu atau sniper terbaik di dunia, seperti tercantum dalam buku Sniper Training, Techniques and Weapons. Dalam buku yang ditulis Peter Brookesmith itu, nama Tatang masuk dalam daftar 14 besar Sniper’s Roll of Honour di dunia.

Kini, usianya 68 tahun. Setelah pensiun dari dinas, Tatang dan keluarga menyandarkan hidup dari warung nasi yang mereka kelola.

Sebuah koper tergeletak di dekat pintu ruang tamu. Tak jauh dari sana, terlihat sejumlah foto Tatang berseragam lengkap dan sejumlah plakat penghargaan. Di depannya, terlihat hiasan berupa bagian senjata yang ditambahkan pemanis baret hijau TNI AD.

Siapa pun yang datang bisa langsung mengenal siapa sang pemilik rumah dari ruang tamu sederhana ini. Sebagai seorang sniper, kehidupan Tatang sangat dekat dengan senjata. Padahal, dulu, ia tidak sengaja nyemplung di dunia militer.

"Ayah saya memang seorang tentara. Tapi, saya (awalnya) tidak berniat untuk menjadi tentara," ucap Tatang di kediamannya di lingkungan kompleks TNI AU, Cibaduyut, Bandung, Senin (2/3/2015).

Namun, nasib berkata lain. Saat itu, tepatnya pada tahun 1967, Tatang disuruh ibunya mengantar sang adik untuk mendaftar menjadi anggota TNI. Saat melakukan tes, dia bertemu dengan sejumlah perwira Dandim di Banten yang mengenalnya. Tatang pun ditanya kenapa tidak ikut daftar.

"Saya kenal dengan perwira Dandim karena sebelumnya juara sepak bola. Karena juara sepak bola itu juga dan beberapa prestasi lainnya, saya diminta para perwira Dandim untuk daftar jadi anggota TNI” ujar Tatang.

Setelah pulang ke rumah, Tatang remaja sempat bingung. Hingga keesokan harinya, dia menyiapkan semua persyaratan dan mendaftarkan diri lewat jalur tamtama.

Sesuai dugaan, Tatang lulus, sedangkan adiknya harus mencoba tahun depan untuk bergabung ke TNI AD.

Berprestasi

Selama di dunia militer, Tatang mendapat sorotan dari atasannya. Pengalamannya hidup di kampung membuat pelajaran militer menjadi hal yang tak sulit baginya, baik dalam hal fisik, berenang, maupun menembak.

Hingga tahun 1974-1975, Tatang bersama tujuh rekannya terpilih masuk program mobile training teams (MTT) yang dipimpin pelatih dari Green Berets Amerika Serikat, Kapten Conway.

"Tahun itu, Indonesia belum memiliki antiteror dan sniper. Muncullah ide dari perwira TNI untuk melatih jagoan tembak dari empat kesatuan, yakni Kopassus (AD), Marinir (AL), Paskhas (AU), dan Brimob (POLRI). Namun, sebagai langkah awal, akhirnya hanya diikuti TNI AD," imbuhnya.

Dalam praktiknya, Kopassus pun kesulitan memenuhi kuota yang ada. Setelah seleksi fisik dan kemampuan, dari kebutuhan 60 orang, Kopassus hanya mampu memenuhi 50 kursi.
Untuk memenuhi kekosongan 10 kursi, Tatang dan tujuh temannya dilibatkan menjadi peserta. Tatang dan 59 anggota TNI AD dilatih Kapten Conway sekitar dua tahun. Mereka dilatih menembak jitu pada jarak 300, 600, dan 900 meter. Tak hanya itu, mereka juga dilatih bertempur melawan penyusup, sniper, kamuflase, melacak jejak, dan menghilangkannya.

Dari dua tahun masa pelatihan, hanya 17 dari 60 orang yang lulus dan mendapat senjata Winchester model 70.

Seperti dikutip majalah Angkasa dan Shooting Times, Winchester 70 yang disebut "Bolt-action Rifle of the Century" ini juga digunakan sniper legendaris Marinir AS, Carlos Hathcock, saat perang Vietnam. Senjata ini memiliki keakuratan sasaran hingga 900 meter.

Rupanya senjata dan ilmu yang diperoleh dari pasukan elite Amerika Serikat ini membantu Tatang dalam pertempuran. Sebab, setelah itu, Tatang ditarik Kolonel Edi Sudrajat, Komandan Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdiktif) Cimahi, menjadi pengawal pribadi sekaligus sniper saat terjun ke medan perang di Timor Timur (1977-1978).

Ada dua tugas rahasia yang disematkan pada dua sniper saat itu (Tatang dan Ginting). Pertama, melumpuhkan empat kekuatan musuh, yaitu sniper, komandan, pemegang radio, dan anggota pembawa senjata otomatis. Kedua, menjadi intelijen. Intinya masuk ke jantung pertahanan, melihat kondisi medan, dan melaporkannya ke atasan yang menyusun strategi perang. Bahkan, ada kalanya sniper ditugaskan untuk mengacaukan pertahanan lawan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jatuhnya korban.

"Lawan kita itu Pasukan Fretilin yang tahu persis medan di Timtim. Mereka pun punya kemampuan gerilya yang hebat, makanya Indonesia menurunkan sniper untuk mengurangi jumlah korban," ujarnya.

Pada suatu hari, Tatang ditugaskan masuk ke jantung pertahanan lawan. Tanpa disadari, Tatang berada di tengah kepungan lawan. Ada 30 orang bersenjata lengkap di sekelilingnya. Tatang terperangkap dan tak bisa bergerak sama sekali. Dalam pikirannya hanya ada satu bayangan, kematian. Namun, sebelum mati, ia harus membunuh komandannya terlebih dahulu.

"Posisi komandannya sudah saya kunci dari pukul 10.00 WIB. Tapi, saya juga ingin selamat, makanya saya menunggu saat yang tepat. Hingga pukul 17.00 WIB, komandan itu pergi ke bawah dan saya tembak kepalanya," tuturnya.

Namun, ternyata, di bawah jumlah pasukan tak kalah banyak. Tatang dihujani peluru dan terkena dua pantulan peluru yang sebelumnya mengenai pohon.

"Darah mengalir deras hingga sudah sangat lengket. Tapi, saya tidak bergerak karena itu akan memicu lawan menembakkan senjatanya," ucapnya.

Tatang baru bisa bergerak malam hari. Ia mencoba mengikatkan tali bambu di kakinya. Dengan bantuan gunting kuku, dia mencongkel dua peluru yang bersarang di betisnya. Namun, darah tak juga berhenti mengalir. Ia pun melepas syal merah putih tempat menyimpan foto keluarga. Sambil berdoa, dia mengikatkan syal tersebut di kakinya.

"Saya memiliki prinsip, hidup mati bersama keluarga, minimal foto keluarga. Saya pun berdoa diberi keselamatan agar bisa melihat anak keempat saya yang masih dalam kandungan, lalu mengikatkan syal merah putih. Ternyata, darah berhenti mengalir. Merah putih menjadi penolong saya," ungkapnya.

Selama empat kali masuk ke medan perang, Tatang mengatakan, pelurunya telah membunuh 80 orang. Bahkan, dalam aksi pertamanya, dari 50 peluru, 49 peluru berhasil menghujam musuh.

Satu peluru sengaja disisakannya. Ini untuk memenuhi prinsip seorang sniper yang pantang menyerah. Sebagai seorang sniper, dalam keadaan terdesak, dia akan membunuh dirinya sendiri dengan satu peluru tersebut.

Lewat kelihaiannya itulah, Tatang didaulat menjadi salah satu sniper terbaik dunia, seperti dituliskan dalam buku yang ditulis Brookesmith itu. Tatang mencetak rekor 41 di bawah Philip G Morgan (5 TH SFG (A) MACV-SOG) dengan rekor 53 dan Tom Ferran (USMC) dengan rekor 41. Tatang memperoleh rekor tersebut dalam perang di Timor Timur pada 1977-1978.

Sumber : kompas.com


Related Posts:

HEROIK..! Ketika Laskar Indonesia Memberikan Neraka Kepada para Serdadu GURKHA!

gurkha
JEMBATAN usang itu terpuruk seperti orang sakit. Selain kanan-kirinya tak bertangan lagi, badan jalannya bolong di sana-sini. Sekitar 30 meter di bawahnya, sungai Cisokan yang berwarna coklat tengah dihinggapi belasan perahu kecil milik para penambang pasir.

Tak banyak orang tahu, jika 72 tahun lalu, di jembatan ini banyak prajurit Inggris meregang nyawa akibat serangan pejuang Indonesia dari tebing-tebing bukit sekitar Sungai Cisokan. Mereka berasal dari Batalion 3/3 Gurkha Riffles Divisi ke-23 The Fighting Cock (Divisi Ayam Jago), sebuah batalion elite Angkatan Darat Kerajaan Inggris yang termasyhur dengan pisau khukrinya.

Cerita berawal dari tertahannya Batalion Jats (termasuk dalam Divisi Ayam Jago) di Sukabumi pada 9-10 Desember 1945, akibat gempuran TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan laskar. Untuk membantu kedudukan pasukan tersebut, pada 11 Desember 1945 bergeraklah konvoi pasukan penolong itu. “Mereka terdiri dari pasukan 3/3 Gurkha Riffles yang dikawal sejumlah tank Sherman, panser Wagon dan brencarrier,” ujar Letnan Kolonel (Purn) Eddie Soekardi dalam Pertempuran Konvoi Sukabumi-Cianjur 1945-1946.

Namun, radiogram markas besar Sekutu yang memerintahkan pengiriman pasukan penolong itu bocor ke pihak Republik. Atas dasar informasi tersebut, Resimen III TKR Sukabumi memerintahkan Bataliton III pimpinan Kapten Anwar Padmawidjaya menghadang konvoi itu mulai dari jembatan Cisokan sampai Gekbrong.

Sejak pagi, Kompi II di bawah Kapten Dasuni Zahid dan pasukannya menyiapkan posisi stelling di sekitar jembatan Cisokan. Mereka berlindung di balik pepohonan dan di atas tebing di kedua sisi jalan dekat jembatan Cisokan.

Sekitar pukul 09.00, konvoi pasukan Gurkha mulai memasuki zona merah. Mereka bergerak lambat dengan dipandu satu pesawat pengintai. Begitu tiba di bagian tengah jembatan, tanpa ampun mereka dihajar hamburan peluru dan granat dari pasukan Kompi II. Mereka kocar-kacir dan beberapa kendaraan tempur meledak karena menggilas ranjau darat.

“Beberapa prajurit Gurkha yang nekad keluar dari kendaraannya langsung menjadi sasaran para penembak runduk Kompi II,” kisah Eddie kepada Historia.

Kendati dihujani peluru dan granat, konvoi pasukan Gurkha berhasil lolos. Namun, kerugian tak bisa dihindari. Selain korban jiwa, menurut almarhum Idris Priatna, eks Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia cabang Cianjur, mereka juga harus kehilangan satu pesawat pengintai yang hancur menubruk puncak pohon kelapa karena terbang terlalu rendah.

Di kawasan Cikijing, konvoi pasukan Gurkha kembali diserang pejuang Cianjur. Akibatnya, satu truk yang mengakut pasukan meledak bersama para penumpangnya. Untuk menghindari ranjau darat, sejumlah kendaraan tempur berjalan agak ke pinggir.
Konvoi terus mempercepat perjalanannya. Tetapi di wilayah Belendung, lagi-lagi satu truk menggilas ranjau darat hingga meledak dan melontarkan belasan penumpangnya ke udara. Menghadapi situasi kritis itu, pasukan Gurkha hanya bisa berteriak kebingungan sambil menembak dengan sasaran membabi buta.

Memasuki kota Cianjur, konvoi Gurkha dijadikan mainan oleh pasukan gabungan dari berbagai laskar (Barisan Banteng pimpinan Suroso, Hizbullah, Pemuda Sosialis Indonesia dan Sabilillah). Mereka dibuat bingung dengan serangan pararel yang dilancarkan dari balik tembok toko-toko yang berderet sepanjang jalan dan dari gang-gang sempit. Di Cikaret, aksi penembak runduk dari Kompi III pimpinan Kapten Musa Natakusumah cukup merepotkan kedudukan konvoi Gurkha.

Tidak berhenti di Cikaret, di Rancagoong, Warungkondang, Gekbrong dan Sukaraja, neraka tetap mengikuti konvoi tersebut. Di tikungan Rancagoong, mereka kehilangan satu tank Sherman yang menginjak ranjau darat lantas oleng terperosok ke jurang dangkal.

Setelah berulang kali diserang, pasukan Gurkha dalam kondisi babak belur berhasil mencapai kota Sukabumi menjelang malam. Dalam buku The Fighting Cock, The Story of the 23rd Indian Division karya Letnan Kolonel AJF Doulton diceritakan bagaimana kagetnya prajurit-prajurit Batalion Jats begitu menyaksikan pasukan penolongnya dalam kondisi yang sama dengan mereka.

Sumber:HistoriA/Hendi Jo

silahkan di share


Related Posts: