Bek Timnas, Abduh Lestaluhu melakukan aksi kontroversial dalam duel leg kedua final Piala AFF 2016 kontra Thailand, Sabtu (17/12/2016) di Stadion Rajamangala, Bangkok. Indonesia kalah 0-2 dan mengubur impian menjadi juara setelah pada leg pertama menang 2-1.
Abduh Lestaluhu menjadi perbincangan kalangan netizen Indonesia di media sosial akibat aksinya pada injury time. Abduh emosi karena ofisial Thailand mencoba mengulur waktu dengan menahan bola yang keluar lapangan, saat Indonesia akan melakukan lemparan kedalam.
Abduh sudah meminta bola kepada ofisial tersebut, tapi malah bola masih ditahan. Dia pun tak sabar, saat bola diberikan, bola ditendang ke arah bench pemain Thailand.
Aksi tersebut langsung direspons wasit Abdullah Hasan. Wasit lalu memberi kartu merah. Usai pertandingan, Abduh mengakui kekesalannya.
"Saya kesal karena Thailand sengaja mengulur-ulur waktu. Saya hanya minta bola, namun mereka ofisial dan pemain mereka seperti menghalang-halangi. Tapi memang saya akui salah, semestinya tidak bertindak emosional," kata Abduh.
Pelatih Alfred Riedl juga memberinya pembelaan karena tidak sepantasnya ofisial tim mencoba memengaruhi pertandingan di lapangan.
"Saya memahami Abduh, karena salah satu ofisial pelatih Thailand tidak memberikan bola, saat ia meminta bola saat kami sedang berusaha mengejar skor. Kartu merah bisa dipahami karena tim Thailand yang memicu situasi ini," kata Alfred Riedl.
Aksi tersebut justru mendapat dukungan dari fans Timnas Indonesia di media sosial. Mereka menganggap tendangan Abduh mewakili kekesalan suporter.
Sekilas Profil Abduh Lestaluhu
Sepak bola adalah takdir Muhammad Abduh Lestaluhu. Ia lahir dari keluarga pesepak bola dan tumbuh besar di kampung sepak bola Tulehu, Maluku.
Bahkan, saat Abduh masih dalam gendongan Marwa Lestaluhu, ibunya, ia sudah diajari mencintai sepak bola. Ibunya tak lain adalah kakak pertama dari bintang Persija Jakarta, Ramdani Lestaluhu.
Dari lingkungan Lestaluhu bersaudara, darah sepak bola mengalir kental di tubuh Abduh kecil. Dukungan orang tua membuatnya menekuni sepak bola dengan sepenuh hati.
“Mereka berperan besar dalam kegiatan sepak bola saya. Ayah yang mengantar saya berlatih di sekolah sepak bola (SSB). Kalau saya cedera, ibu yang merawat sampai pulih,” tutur Abduh, yang sudah berlatih bola saat berusia sembilan tahun.
Selain kedua orang tua, sang kakek, Abdul Latif Lestaluhu, ikut berperan mengembangkan talentanya. Pelatih SSB Tulehu Putra ini menyebut Abduh sebagai anak yang selalu penasaran.
Hal tersebut yang membuat perkembangan bakat Abduh melesat cepat. Dia tak pernah berhenti bertanya pada ayahanda dari Ramdani ini setiap selesai latihan atau pertandingan.
“Abduh sosok yang mau belajar dari kekurangannya. Usai latihan atau bertanding, dia pasti bertanya apa yang harus ditingkatkan. Setelah diberi masukan, di lain waktu dia pasti berlatih keras untuk mengatasi kekurangannya,” ujar Abdul Latif saat dikunjungi BOLA di Tulehu.
“Perkembangannya pesat. Mengawali karier di klub Divisi Utama, dia tak butuh waktu lama bermain di klub-klub besar Liga Super Indonesia dan kemudian masuk tim nasional,” katanya menambahkan.
Bek tim nasional senior, Abdul Rachman, punya penilaian yang tak jauh berbeda. Meski sama-sama bermain sebagai bek kiri, Abdul tak merasa tersaingi juniornya ini.
“Di timnas tidak ada hal seperti itu. Apalagi, sikap dia memang baik. Dia juga selalu berlatih keras dan disiplin. Di luar lapangan juga kami sering pergi bersama dan berdiskusi,” ujar Abdul, yang bermain untuk Persiba Balikpapan ini.
Timnas U-16
Karier Abduh di level junior mulai mencuat saat dia memperkuat Maluku Utara (Malut) U-15 di Piala Medco U-15 pada 2007 silam. Meski hanya bisa membawa tim Malut ke 8 besar, talentanya terpantau pelatih timnas U-16 saat itu, Subangkit.
Timnas U-16 menjadi titik awal melejitnya karier Abduh. Terutama setelah Subangkit memindahkan posisinya dari gelandang bertahan ke bek kiri.
“Pelatih melihat kaki kiri saya lebih hidup karena saya memang kidal. Saya lalu diposisikan sebagai bek kiri. Akhirnya malah keterusan," ucap Abduh.
"Kadang dimainkan sebagai sayap kiri. Apalagi, saya memang kerap overlap untuk membantu serangan,” ujarnya.
Usai membela Indonesia untuk Piala Asia U-16 2008 di Uzbekistan, Abduh masuk Diklat Ragunan. Pada 2011, dia kembali meninggalkan Tanah Air untuk bergabung dengan tim SAD (Sociedad Anonima Deportivo) yang berlatih di Uruguay.
“Saya hanya bertahan satu tahun. Saya jenuh karena di sana hanya berlatih. Lalu, kapan saya mencari uang? Padahal, saya ingin membantu orang tua," katanya.
Di mata anak-anak Tulehu, sepak bola memang menjadi salah satu cara ampuh dalam mencari nafkah untuk orang tua. "Apalagi, waktu itu usia saya sudah 19 tahun,” katanya.
Di Divisi Utama, ia memulai kariernya dengan memperkuat Persis Solo. Di sana, Abduh membuat terkesan pelatih Persija, Iwan Setiawan.
Iwan pun tak ambil pusing untuk segera menawarkan kontrak kerja tiga tahun pada 2013. Namun, perkembangan karier Abduh dan pesepak bola lainnya hancur di awal 2015 akibat kisruh antara pemerintah dan PSSI.
Kompetisi pun terhenti dan membuatnya berpikir untuk mencari jalan keluar lewat berkarier menjadi anggota TNI. Abduh diterima menjadi anggota TNI dengan pangkat sersan dua (serda) pada 2015.
“Selain sepak bola, saya bercita-cita ingin menjadi tentara. Saat ada penerimaan anggota TNI, saya pun mendaftar," kata Abduh.
"Yang lebih membahagiakan ternyata TNI punya tim sepak bola. Saya memperkuat PS TNI di turnamen Piala Jenderal Sudirman dan Torabika Soccer Championship (TSC),” tutur dia.
Menjadi anggota TNI berarti Abduh harus menjaga kedaulatan NKRI. Pun, sebagai anggota keluarga besar Lestaluhu, ia ditakdirkan untuk menjaga tradisi sepak bola.
“Kami adalah keluarga besar sepak bola. Tradisi bermain sepak bola akan terus diturunkan ke generasi berikutnya,” kata dia.
Sumber referensi : bola.com dan juara.net