MENGEJUTKAN.! 6 Artis ini Punya Anak Tentara/Polisi. Nomor 3 Jadi KOPASSUS!

Karier keartisan enam selebriti ini tidak diragukan lagi kesuksesannya. Puluhan tahun malang melintang di dunia hiburan Tanah Air, menjadikan mereka ikon di bidangnya masing-masing.

Meski begitu, hal ini tidak membuat buah hati mereka tergerak untuk mengikuti jejaknya. Anak-anak mereka lebih memilih berkarier di dunia yang jauh dari keartisan, yakni menjadi seorang tentara ataupun polisi.

Meski sebagai anak publik figur, mereka tetap rendah hati. Bahkan, tidak banyak orang yang tahu kalau mereka berasal dari keluarga artis. Siapa saja selebriti yang memiliki anak tentara/polisi tersebut? Berikut ulasannya dikutip dari berbagai sumber, Kamis (15/6).

1. Yanti Yaseer



foto-foto: istimewa

Artis ini memiliki putri cantik yang sekarang berkarier sebagai anggota Polri. Bripda Muthia Syahra, namanya. Polwan cantik ini mengikuti jejak ayahnya yang juga anggota Polri.

2. Andi /rif



foto-foto: istimewa

Vokalis band /rif ini ternyata memiliki seorang anak lelaki gagah yang kini menjadi tentara, Jordan Norkett. Jordan yang bergabung dengan militer AS merupakan anak dari pernikahan pertama Andi.

3. Miing Bagito



foto: YouTube

Anggota grup lawak Bagito, Miing, memiliki keturunan yang kini berdinas sebagai anggota Kopassus TNI AD. Anaknya, Dipa Dipura, lulus pendidikan komando angkatan 87 tahun 2008 silam saat berpangkat Letnan Dua (Letda). Darah militer Dipa rupanya mengalir dari kakeknya.

4. Suzanna



foto: suaramerdeka/wikipedia

Anak almarhumah Suzanna dengan Clift Sangra, Rama Yohanes, pada 2015 silam dilantik menjadi anggota TNI AD. Rama lulus dalam pendidikan di Secaba Rindam IV/Diponegoro.

5. Deddy Mizwar



foto-foto: istimewa

Selebriti yang kini menjadi Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar, memiliki anak seorang perwira pertama di TNI AD bernama Zulfikar Rakita Dewa.

6. Tukul Arwana



foto-foto: istimewa

Komedian ini juga mendidik anaknya menjadi seorang polisi. Anak Tukul Arwana, Ega Prayudi, merupakan anggota Polri dengan pangkat perwira pertama.

Sumber : brilio

Related Posts:

Dikira Mainan, Orang AS dan Australia Tak Percaya RI Bisa Buat Senjata Canggih Ini.!

Pameran Trade Expo Indonesia (TEI) 2014 masih digelar di JIExpo Kemayoran hingga esok hari. Pameran terbuka dan gratis ini memamerkan seluruh produk buatan Indonesia berkualitas ekspor.

Salah satu yang dilirik banyak calon pembeli (buyers) dari dalam dan luar negeri adalah, sebuah senjata canggih laras panjang. Bahkan banyak calon pembeli dari Amerika Serikat (AS) dan Australia belum percaya, senjata canggih ini diproduksi oleh perusahaan Indonesia.

"Buyers dari Amerika dan Australia itu datang kemari dan mengatakan, mereka kaget kok bisa Indonesia buat alat senjata canggih semacam ini," ujar Desain Produk PT Pindad (Persero) Yudi, kepada detikFinance, Sabtu (11/10/2014).

Senjata jenis SPR (Senapan Penembak Runduk) 2 ini ditegaskan Yudi, memang buatan asli PT Pindad. Senjata ini memang canggih, dan pesaing senjata-senjata yang diproduksi dari AS maupun Rusia.

SPR 2 mempunyai spesifikasi panjang larasnya 1050 mm dan beratnya 19 kg. Peluru yang digunakan berkaliber 12,7 mm, dengan jarak tembaknya 1,8 hingga 2 km.

"Mereka (buyers Australia dan Amerika) mengira ini mainan. Saya jelaskan ini senjata asli, mereka bilang Indonesia sudah hebat," imbuhnya.

SPR 2 didesain bukan untuk menembak personel/orang melainkan material termasuk kendaraan lapis baja. Yudi mengklaim senjata ini bisa meledakan satu kendaraan hanya dengan sekali tembakan dengan peluru MU3 Blam. Hanya saja masih ada satu komponen dari senjata ini yang masih harus diimpor.

"Teleskop kita masih menggunakan buatan luar negeri yaitu Jerman. Masalah lensa kita belum bisa buat," imbuhnya.

Saat ini SPR 2 masih menjadi salah satu komponen senjata penting Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat bertugas. Selain digunakan di dalam negeri, senjata ini juga sudah diekspor ke negara luar.

"Berapa harganya? Saya belum sebut karena ini G to G (perjanjian antar pemerintah) kalau mau beli. Selain TNI, kita juga sudah mulai ekspor ke Fiji," sebutnya.

Sumber : finance.detik

Related Posts:

Bikin KEDER.! Pasukan Super ELIT TNI, Sampai Rela Jadi Gelandangan dan PENGEMIS!

Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merupakan pasukan elite di jajaran Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).

Berbeda dengan pasukan reguler, para prajurit yang bernaung di dalam Kopassus kerap menjalankan misi-misi khusus.

Misi-misi khusus itu umumnya tidak bisa dijalankan oleh pasukan reguler karena mereka tidak mendapatkan ketrampilan dan pelatihan khusus seperti yang didapatkan oleh Kopassus.

Kopassus selama ini dikenal memiliki satu unit pasukan khusus yang memiliki spesialisasi penanganan teror.
Pasukan itu dikenal dengan Sat-81 Penanggulangan Teror (Gultor).

Menelisik jauh ke belakang, Sat-81/Gultor berdiri pada dekade 1980-an atas prakarsa dari L.B. Moerdani yang saat itu menjadi salah satu dedengkot pasukan khusus dan TNI.
Konon, pasukan ini dibentuk dengan latar belakang kasus pembajakan pesawat Garuda Indonesia 206 di Woyla, Thailand tahun 1981.

Luhut Binsar Pandjaitan dan Prabowo Soebianto didapuk menjadi Komandan dan Wakil Komandan pertama Sat-81/Gultor.

Mereka dikirim ke Grenzschutzgruppe-9 (GSG-9) di Jerman untuk menjalani spesialisasi teror.

Sekembalinya ke Indonesia, mereka bertugas merekrut anggota yang kelak menjadi penerus Sat-81/Gultor.
Namun, tahukah Anda jika saat ini Sat-81 tidak lagi menggunakan nama Penanggulangan Teror atau Gultor di belakang namanya?

Seorang perwira menengah di Sat-81 menceritakan alasan penghapusan “brand” Gultor ini secara khusus kepada Angkasa dan Commando.

Tanpa menyebut tanggal pasti, ia menyebutkan bahwa nama Gultor di Kopassus sudah dihilangkan sejak beberapa tahun yang lalu.

Sehingga saat ini nama resminya adalah Sat-81 Kopassus.
“Alasannya, sejak terjadinya serangan bom 2001 (teror gedung WTC di Amerika Serikat), pola teror sudah berubah sama sekali. Perubahan ini tentu merubah seluruh kemampuan kami,” ungkapnya.

Sejak saat itu, anggota Sat-81 dilatih ulang dan diberi kemampuan lebih banyak, tidak hanya sekadar penanggulangan teror.

“Saya tidak bisa sebut apa kemampuan lain yang kami latihkan. Tapi yang jelas, kami sekarang tidak hanya spesialisasi di kasus penanggulangan teror, tapi juga di beberapa hal lain,” tambahnya.

Jika dilihat bersama, kasus-kasus terorisme saat ini jelas jauh berbeda dengan aksi teror di dekade 80 dan 90-an.
Di masa itu, pola teror lebih banyak menyandera masyarakat sipil, meminta adanya transaksi untuk menebus para sandera.
Sebuah aksi teror di masa itu bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Pelaku teror pun cenderung lebih sabar dan membuka kran perundingan.

Walau aksi-aksi yang konvensional itu masih ada, namun aksi teror saat ini cenderung dikerjakan soliter dan dalam tempo yang sesingkatnya.

“Kebanyakan tidak ada lagi tawan-menawan sampai berhari-hari. Dalam waktu sekian jam kalau tidak dituruti sandera langsung dibunuh. Atau malah langsung membunuh saja tanpa ada permintaan apa-apa,” tambah perwira tersebut.
Inilah yang mendasari TNI AD, dalam hal ini Kopassus, untuk mengubah pelatihan penanganan teror dan menambah kemampuan lain pada anggota Sat-81.

Meski tidak ingin membuka apa kemampuan lebih Sat-81 Kopassus saat ini, namun sang perwira memberikan satu bocoran.

“Cyber war (peperangan siber) sudah kami mulai walau masih sangat awal,” jelasnya.

Kualifikasi tinggi, unit kecil, durasi singkat

Dikutip dari dw.com, Kualifikasi personel Satgultor 81 secara umum lebih tinggi dari satuan sejenis (primus inter pares), dan paling lama didirikan (tahun 1981).

Oleh karenanya personel Satgultor baru diturunkan, bila ancaman itu bersifat kompleks dengan skala kesulitan terbilang tinggi.

Dan satu lagi yang harus diingat, palagan yang disediakan bagi Satgultor ada pada ruang yang terbatas (seperti pesawat terbang dan gedung), dan biasanya di perkotaan, bukan pertempuran konvensional di dataran luas atau rimba raya.

Itu sebabnya model operasi penindakan dari Satgultor 81 (juga satuan anti-teror lainnya), memiliki istilah teknis Pertempuran Jarak Dekat (PJD, Close Quarters Battle)
Apa yang kita lihat dalam Operasi Tinombala, itu sudah lebih dari sekedar operasi anti-teror, sehingga kurang tepat pula bila personel Satgultor diturunkan.

Operasi di Poso lebih tepat disebut sebagai operasi lawan gerilya (counter insurgency), dilihat dari segi jumlah personel yang diturunkan dan lamanya waktu operasi.

Satgultor dilatih untuk bergerak dalam unit kecil, dengan durasi sangat cepat, bukan lagi dalam hitungan jam, tapi menit.
Sementara operasi di Poso, jumlah personelnya yang diturunkan mencapai ribuan, palagannya luas dan berbulan-bulan di lokasi.

Satuan seperti Densus 88 atau Brimob Polri masih bisa melaksanakan operasi lawan gerilya, karena jumlah personelnya relatif besar, di mana setiap Polda memiliki satuan Densus 88.

Terlebih Brimob, yang salah satu tugas pokoknya memang operasi lawan gerilya.

Sementara “karakter” Satgultor bukan untuk operasi semacam itu.

Bila Kopassus pada akhirnya mendapat tugas operasi lawan gerilya, bukan Satgultor yang dikirimkan, namun satuan lainnya seperti Grup 1 dan Grup 2 (kualifikasi para komando), atau Grup 3 (Sandi Yudha, operasi senyap).
Tiga Grup Khusus

Untuk membedakan dengan pasukan reguler, satuan dalam Kopassus juga dibagi secara khusus.

Satuan setingkat Brigade diberi nama Grup. Terdapat tiga grup di Kopassus, yakni Grup I, Grup II dan Grup III.
Di samping grup, terdapat satuan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus yang berlokasi di Batujajar, Bandung, serta Satuan 81/Penanggulangan Teror (Gultor) bertempat di Cijantung, Jakarta Timur.

Gultor ini bisa dikategorikan sebagai satuan pasukan Kopassus paling elit dan mampu melaksanakan misi tempur dalam bentuk apa pun.

Setiap Grup dipimpin seorang Kolonel. Di bawahnya terdapat Batalyon yang dikomandoi perwira berpangkat Letnan Kolonel.

Di bawahnya terdapat detasemen, tim, unit dan satuan tugas khusus, masing-masing dikomandani perwira berpangkat Letnan sampai Mayor sesuai beban tugasnya.

Lalu, apa beda Grup I, II dan III di dalam Kopassus?
Grup I dan Grup II Kopassus memiliki peran yang sama, yakni Para Komando atau disingkat Parako.

Dalam penugasannya, mereka bisa diterjunkan di mana saja. Mulai dari operasi lintas udara, hingga penyerbuan amfibi dari laut.
Grup I berdiri pada 23 Maret 1963 dan bermarkas di Serang, Banten dan komandan pertama adalah Mayor Benny Moerdani.

Grup I membawahi 1.274 personel yang terbagi ke empat batalyon tempur, yakni Batalyon 11/Atulo Sena Baladhika, Batalyon 12/Asabha Sena Baladhika, Batalyon 13/Thikkaviro Sena Baladhika dan Batalyon 14/Bhadrika Sena Baladhika.
Sementara Grup II Kopassus didirikan pada tahun 1962. Grup ini bermarkas di Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Grup II membawahi 1.459 personel yang terbagi ke tiga batalyon tempur, yakni Batalyon 21/Bhirawa Yudha, Batalyon 22/Manggala Yudha, dan Batalyon 23/Dhanuja Yudha.
Berbeda dengan dua grup tersebut, Grup III memiliki penambahan spesialisasi, yakni di bidang intelijen.

Hal itu bisa dilihat dari belakang nama satuan, Sandi Yudha.
Satuan ini memiliki spesifikasi tugas perang rahasia berupa 'Clandestine Operation', di antaranya intelijen tempur atau combat intel, dan counter insurgency (kontra 

pemberontakan). Satuan ini bermarkas di Mako Cijantung.
Tidak mudah menjadi bagian dari satuan ini, setiap calon personel wajib menjalani seleksi yang sangat ketat, mulai dari calon prajurit yang masih pendidikan hingga personel yang sudah bertugas aktif di kesatuan tetapi punya bakat intelijen akan dilatih lagi.

Salah satu tes untuk menjadi seorang intelijen Kopassus adalah melakukan praktek intelijen yang sesungguhnya dengan berbagai cara dan tidak boleh melanggar hukum.
Misalnya sampai ada yang menjadi pengemis atau orang jalanan betulan demi melaksanakan praktek menjadi seorang calon intelijen.(angkasa/intisari/dw.com)

sumber : tribun

Related Posts:

Menilik Kekuatan Militer Indonesia vs Filipina, Mana yang Lebih SANGAR?

Salah satu fungsi utama dari keberadaan militer di suatu negara adalah untuk mengisi peran pertahanan dan menjaga kedaulatan wilayah. Berada tepat di tengah dua samudera dan dua benua, Indonesia merupakan negara yang sarat akan ancaman. Berbentuk negara kepulauan terbesar, Indonesia pula merupakan negara yang sebagian besar celah pertahanannya berada di kawasan lautan. Bagaimanakah perbandingan kekuatan militer Indonesia dengan negara-negara tetangga? Berikut ulasan yang diambil dari situs Global Fire Power 2017 untuk memberikan gambaran perbandingan kekuatan militer di tingkat regional.

Beberapa Indikator Kekuatan Militer
Kekuatan militer (fire power) meliputi segala aspek alat negara dan sumber daya yang terdapat di suatu negara yang dapat difungsikan dengan segera untuk keperluan perang. Perangkingan kekuatan militer yang dilakukan oleh Global Fire Power (GFP) berdasarkan penilaian atas sejumlah indikator kekuatan militer, yaitu:

1. Personil
2. Sistem Persenjataan (Alutsista)
3. Kekuatan Maritim
4. Kekuatan Logistik
5. Sumber Daya Alam
6. Kekuatan Geografis
7. Kekuatan Keuangan (Finansial)
8. Lain-lain (Pendukung)

Berikut perbandingannya Indonesia dan Filipina, jauh lebih unggul Indonesia





Related Posts:

Ditugaskan Buru Teroris, TNI Malah Mendapat Tangkapan Kelas KAKAP!

Ilustrasi
Indonesia saat ini tengah waspada dengan datangnya teroris, untuk itulah pihak keamanan selalu siap siaga. Seperti halnya Tim East Fleet Response (EFQR) Lantamal Tarakan juga diberi tugas untuk memburu teroris yang saat ini meresahkan penduduk Tanah Air. Namun, saat menjalankan tugas untuk berburu teroris, mereka malah mendapatkan tangkapan besar lainnya.

Mereka sukses menangkan penumpang speedboat berinisial IS (38) dengan barang bukti berupa obat-obatan terlarang dari jenis sabu-sabu dengan berat 5 kg dan sekarang sudah diamankan. Feri Fachroni selaku Komandan Lantamal XIII Tarakan Laksamana Pertama TNI  menyebutkan jika penangkapan tersebut bermula dari kecurigaan petugas saat melihat speedboat yang melintas di wilayah Tanjung Haus.

Saat itu, speedboat tidak menggunakan jalur tengah laut.

“Speedboat ini melintasi lewat pinggir pulau saja sehingga langsung didatangi oleh tim untuk dilakukan pemeriksaan. Bukannya berhenti ketika didatangi, motoris malah memacu speedboat-nya lebih kencang. Karena kesigapan, tim EFQR Lantamal XIII Tarakan bisa menghentikan laju speedboat yang digunakan oleh pelaku,” papar Fachroni seperti yang tertera di jpnn.com.

Dia juga menambahkan jika setelah menghentikan speedboat tersebut, petugas langsung melakukan penggeledahan secara menyeluruh. Dan dari situ petugas berhasil menemukan paket yang dibungkus plastik hitam yang ternyata berisi lima paket sabu-sabu. Dan masing-masing paket tersebut berisi 1 kg sabu.

Dan untuk memastikan apakah barang tersebut benar sabu-sabu, pihaknya langsung melakukan pengecekan ke Mako Lantamal XIII Tarakan, dan saat hasilnya keluar ternyata positif sabu-sabu. Pihaknya langsung melakukan pengembangan untuk menelusuri jalur penyelundupan narkoba.

Dan tepat pukul 11:30 WITA, tim EFQR berhasil menangkap MA di sekitaran SPBU Keluarahn Juata Laut.

“SA dan IS ini merupakan kurir jalur laut yang mengambil sabu-sabu dari wilayah sekitar tambak untuk diantar ke MA yang merupakan kurir jalur darat. Nantinya MA akan langsung mengatarkannya kepada pemesan,” jelasnya lebih lanjut.

Para pelaku ternyata sudah tiga kali membawa sabu-sabu untuk diedarkan ke Tarakan. Dan para pelaku tersebut akan dijerat Pasal 112 ayat 2 dan 114 ayat 2 UU 35/2009 Tentang Narkotika serta pasal 196 sub Pasal 197 UU RI 36/2009 tentang Kesehatan.

Sumber : suratkabat

Related Posts:

MERINDING.! Kisah para Preman yang Selamat dari PETRUS di Zaman Soeharto!

Tato di rezim Orde Baru, tahun 1980-1985 diidentikan dengan preman. Kala itu, ada istilah penembak misterius atau petrus yang bertugas membersihkan para preman-preman. Tanpa ampun, mereka yang dicap sebagai penjahat menjadi sasaran pembunuhan.

Operasi bersih-bersih ini hampir dilakukan di seluruh daerah. Komnas HAM mencatat ada 2.000 korban selama petrus bergentayangan. Tahun 2012, Komnas HAM menyimpulkan petrus adalah pelanggaran HAM berat. Hingga kini siapa para petrus itu masih jadi misteri.

Keadaan ini tak hanya membuat para preman yang menamakan dirinya Gali alias gabungan anak liar resah, orang-orang biasa, tetapi mempunyai tato juga ketakutan. Mereka khawatir menjadi korban keganasan petrus.

Kisah ini dialami oleh seorang guru di Bogor, sebut saja namanya Peter. Peter yang berasal dari Indonesia Timur memiliki sejumlah tato di tubuhnya. Gemetar dengan aksi petrus, Peter pun memilih ngungsi ke rumah kakaknya yang tentara di Jonggol, untuk beberapa bulan.

"Waktu itu ketakutan dengan petrus. Isunya orang bertato dicariin, bokap gue takut," kata sang anak yang enggan menyebutkan namanya kepada merdeka.com, Sabtu (13/4).

Apalagi, katanya, waktu itu teman Peter yang memiliki tato tiba-tiba saja menghilang. Bahkan, sampai Peter tutup usia, tak ada lagi kabar berita mengenai sang teman yang memiliki tato.

"Satu kampung, mereka dicap preman. Bokap sendiri punya pengalaman temannya hilang, dan tidak ketemu," katanya.

Setelah isu petrus mulai mereda, Peter baru memberanikan diri kembali berkumpul dengan orangtuanya. "Akhirnya bokap gue bisa hidup tenang, dan jadi pengusaha," katanya.

Pengalaman buruk soal petrus juga dialami oleh Toni, warga Margahayu, Bandung. Pada tahun 1980-an, Toni menjadi korban salah tangkap para petrus yang disinyalir sebagai orang-orang terlatih.

Di Rukun Warga (RW), tempatnya tinggal waktu itu ada dua nama Toni. Toni yang dicari adalah preman yang suka meminta uang secara paksa ke tukang parkir di Terminal Kebon Kalapa. Sedangkan Toni yang ditangkap adalah seorang guru.

Pada suatu malam, Toni dikejutkan dengan kedatangan sejumlah pria yang memaksanya masuk ke dalam mobil Land Rover. Di dalam mobil, muka Toni ditutup kain hitam, dan lehernya sudah dijerat dengan tali.

"Saya bukan preman, saya guru. Saya sampai sumpah-sumpah," ungkap Toni menceritakan pengalaman buruknya ke para tetangga.

Mendengar itu, salah seorang petrus memerintahkan agar identitas Toni diperiksa. Setelah KTP-nya dicek, dan para pembunuh berdarah dingin meyakini kalau salah orang, akhirnya Toni dibebaskan.

"Saya dibuang di Cikole sekitar 16 kilometer dari Margahayu, dengan tangan diikat," ujarnya.

Beberapa bulan setelah kejadian itu, Toni yang dicari-cari ditemukan tewas mengenaskan di pinggir jalan Kota Bandung. Warga meyakini si tukang palak itu tewas di tangan para penembak misterius. 

sumber : merdeka.com

Related Posts:

SANGAR.! 4 Artis Ini Dulunya Bekas TENTARA. Nomor 1 Tidak Akan Ada yang Menyangka!

Berganti profesi adalah hal yang wajar dilakukan ketika seseorang merasa tidak menemukan passion-nya di profesi yang digeluti. Tapi, bisa juga peralihan profesi ini juga karena dorongan untuk mendapatkan pengalaman yang baru, atau bahkan demi memenuhi permintaan seseorang yang sangat penting.

Peralihan profesi ini bahkan bisa terjadi di kalangan militer dan polisi-profesi yang banyak diminati orang dan proses seleksinya untuk bisa masuk sebagai anggota sangat ketat. Tapi, yang lebih mengejutkan adalah adanya mantan anggota militer maupun polisi yang beralih profesi menjadi seorang selebriti. Mereka pun bisa meraih sukses di 'tempat' yang baru.

Fenomena ini terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Beberapa nama yang oleh publik Tanah Air dikenal sebagai selebriti, ternyata dulunya seorang tentara maupun polisi. Siapa saja seleb Indonesia yang mantan anggota militer maupun polisi? Berikut ulasan singkatnya, dikutip dari berbagai sumber, Rabu (7/6).

1. Kabul Basuki alias Tessy Srimulat.



Siapa yang nggak kenal pelawak yang khas dengan berderet batu akik di jarinya ini? Rasanya hampir semua kenal, apalagi generasi 80-90-an. Kabul yang memakai nama panggung Tessy ini sering berakting sebagai perempuan. Tapi di balik gayanya itu, Tessy ternyata mantan anggota KKO (sekarang Korps Marinir) TNI Angkatan Laut. Bahkan, Tessy pernah terlibat dalam Operasi Trikora untuk pembebasan Irian tahun 1961-1963. Kariernya sebagai seorang kombatan terpaksa berakhir karena memenuhi permintaan sang Ibunda.

2. Amoroso Katamsi.




Sosok kelahiran Jakarta, 21 Oktober 1940 ini pernah berdinas aktif di TNI Angkatan Laut hingga mencapai golongan perwira tinggi dengan pangkat terakhir Laksamana Pertama (jenderal bintang satu). Ayah dari musisi ternama Doddy Katamsi ini di layar kaca akan diingat publik dalam aktingnya di sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Mantan Ketua PARFI ini mulai dikenal di dunia hiburan saat bermain di film Penumpasan Pengkhianatan G-30 S/PKI pada 1982. Dia juga ikut tampil dalam film bertema militer Dibalik 98.

3. Kaharuddin Syah (alm).




Seleb yang tutup usia pada 12 Maret 2012 pada umur 69 tahun ini adalah purnawirawan TNI Angkatan Laut dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel. Kaharuddin yang lahir di Tebing Tinggi itu kerap muncul di layar kaca pada era 1970-1980-an. Beberapa film yang pernah dibintanginya adalah Letnan Harahap, Janur Kuning, Guruku Cantik Sekali, Naga Bonar, Catatan Si Boy, dan Dalam Mihrab Cinta.

4. Kris Biantoro (alm).



Kris Biantoro yang terlahir dengan nama Christoporus Soebiantoro di Magelang, 17 Maret 1938 ini adalah seorang Veteran Kemerdekaan RI. Kris yang dikenal sebagai aktor, penyanyi, sekaligus MC ini pernah terlibat dalam Operasi Trikora. Aktor yang tutup usia pada 13 Agustus 2013 dalam umur 75 tahun itu pernah membintangi beberapa film terkenal, di antaranya Si Manis Jembatan Ancol, Kuntianak, Bajingan Tengik, Tiga Sekawan, dan Kuda-kuda Binal.

Related Posts: