Indonesia dan Singapura memang telah menandatangani perjanjian ekstradisi pada April 2007, namun kesepakatan itu tidak bisa diimplementasikan karena DPR belum meratifikasi.
Dalam hal ini, DPR tidak bisa disalahkan karena persyaratan yang diajukan Singapura jauh lebih mahal daripada kesediaannya mengembalikan para buronan kriminal ke Indonesia, yang semestinya bisa terlaksana tanpa banyak prosedur demi tata krama regional dan menjaga hubungan baik dua tetangga.
Bahkan ketika itu menjadi pertanyaan di DPR kenapa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersedia meneken perjanjian tersebut dalam sebuah acara di Bali.
Apa sebetulnya tuntutan Singapura yang dinilai memberatkan oleh DPR dan para pemerhati masalah hubungan internasional?
Singapura bersikeras bahwa perjanjian ekstradisi harus satu paket dengan Perjanjian Kerjasama Pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA).
DCA ditandatangani oleh Menteri Pertahanan (Menhan) saat itu Juwono Sudarsono dan mitranya dari Singapura, Teo Chee Hean, dengan disaksikan SBY dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
Implementasi DCA adalah Indonesia meminjamkan wilayah udara, darat, dan maritim untuk latihan militer Singapura, atau latihan militer dua negara, atau latihan militer Singapura dengan negara lain.
Beberapa kesepakatan itu antara lain:
- Menjadikan Pulau Kayu Ara sebagai tempat latihan menembak bagi Angkatan Laut dua negara.
- Restorasi dan perawatan infrastruktur serta instrumentasi untuk satu wilayah manuver pertempuran udara di Pekan Baru, yang akan digunakan sebagai tempat latihan tempur dan penyergapan pesawat dari Angkatan Udara dua negara.
- Restorasi dan perawatan wilayah persenjataan udara di Pekan Baru, yang akan digunakan untuk latihan menembak udara-ke-darat oleh pesawat-pesawat Angkatan Udara dari dua negara.
- Ketentuan tentang bantuan teknis Angkatan Laut dan akses ke fasilitas-fasilitas latihan Angkatan Laut.
- Pembangunan area latihan Angkatan Darat di Baturaja dan infrastruktur penunjang untuk latihan Angkatan Darat dua negara.
- Kelanjutan bantuan pelatihan oleh Militer Singapura kepada Tentara Nasional Indonesia dalam bidang latihan simulator dan kursus akademis.
Yang lebih mengherankan lagi, pemerintahan SBY menyetujui klausul dalam perjanjian itu bahwa tempat-tempat latihan dimaksud boleh digunakan oleh Militer Singapura atau Singapore Armed Forces (SAF) bersama dengan militer negara-negara lain yang menjadi mitra Singapura asal atas sepengetahuan Jakarta.
Selain itu, jangka waktu kesepakatan adalah 25 tahun dan setelah tahun ke-13 akan ditinjau ulang setiap enam tahun untuk dilihat apakah layak dilanjutkan atau tidak.
Singapura memang tidak memiliki ruang udara, laut, dan darat yang memadai untuk manuver militernya, sehingga sangat butuh bantuan dari tetangganya. Sementara Indonesia hanya butuh para pencoleng pulang untuk menjalani proses hukum.
Dengan demikian terlihat jelas siapa yang punya posisi tawar lebih tinggi. Tapi dalam kesepakatan itu, terlihat jelas siapa yang mendapat keuntungan lebih tinggi.
Maka wajar kalau DPR belum meratifikasi hingga sekarang, dan mungkin malah tidak akan pernah melakukannya sampai isi kesepakatan itu diubah.
sumber : beritasatu
Home » ARTIKEL »
MILITER »
SERBA-SERBI
» Perdebatan Alot.! Singapura Setujui Ekstradisi, Tetapi "Minta Pulau"!