MENGEJUTKAN.! 6 Artis ini Punya Anak Tentara/Polisi. Nomor 3 Jadi KOPASSUS!

Karier keartisan enam selebriti ini tidak diragukan lagi kesuksesannya. Puluhan tahun malang melintang di dunia hiburan Tanah Air, menjadikan mereka ikon di bidangnya masing-masing.

Meski begitu, hal ini tidak membuat buah hati mereka tergerak untuk mengikuti jejaknya. Anak-anak mereka lebih memilih berkarier di dunia yang jauh dari keartisan, yakni menjadi seorang tentara ataupun polisi.

Meski sebagai anak publik figur, mereka tetap rendah hati. Bahkan, tidak banyak orang yang tahu kalau mereka berasal dari keluarga artis. Siapa saja selebriti yang memiliki anak tentara/polisi tersebut? Berikut ulasannya dikutip dari berbagai sumber, Kamis (15/6).

1. Yanti Yaseer



foto-foto: istimewa

Artis ini memiliki putri cantik yang sekarang berkarier sebagai anggota Polri. Bripda Muthia Syahra, namanya. Polwan cantik ini mengikuti jejak ayahnya yang juga anggota Polri.

2. Andi /rif



foto-foto: istimewa

Vokalis band /rif ini ternyata memiliki seorang anak lelaki gagah yang kini menjadi tentara, Jordan Norkett. Jordan yang bergabung dengan militer AS merupakan anak dari pernikahan pertama Andi.

3. Miing Bagito



foto: YouTube

Anggota grup lawak Bagito, Miing, memiliki keturunan yang kini berdinas sebagai anggota Kopassus TNI AD. Anaknya, Dipa Dipura, lulus pendidikan komando angkatan 87 tahun 2008 silam saat berpangkat Letnan Dua (Letda). Darah militer Dipa rupanya mengalir dari kakeknya.

4. Suzanna



foto: suaramerdeka/wikipedia

Anak almarhumah Suzanna dengan Clift Sangra, Rama Yohanes, pada 2015 silam dilantik menjadi anggota TNI AD. Rama lulus dalam pendidikan di Secaba Rindam IV/Diponegoro.

5. Deddy Mizwar



foto-foto: istimewa

Selebriti yang kini menjadi Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar, memiliki anak seorang perwira pertama di TNI AD bernama Zulfikar Rakita Dewa.

6. Tukul Arwana



foto-foto: istimewa

Komedian ini juga mendidik anaknya menjadi seorang polisi. Anak Tukul Arwana, Ega Prayudi, merupakan anggota Polri dengan pangkat perwira pertama.

Sumber : brilio

Related Posts:

Dikira Mainan, Orang AS dan Australia Tak Percaya RI Bisa Buat Senjata Canggih Ini.!

Pameran Trade Expo Indonesia (TEI) 2014 masih digelar di JIExpo Kemayoran hingga esok hari. Pameran terbuka dan gratis ini memamerkan seluruh produk buatan Indonesia berkualitas ekspor.

Salah satu yang dilirik banyak calon pembeli (buyers) dari dalam dan luar negeri adalah, sebuah senjata canggih laras panjang. Bahkan banyak calon pembeli dari Amerika Serikat (AS) dan Australia belum percaya, senjata canggih ini diproduksi oleh perusahaan Indonesia.

"Buyers dari Amerika dan Australia itu datang kemari dan mengatakan, mereka kaget kok bisa Indonesia buat alat senjata canggih semacam ini," ujar Desain Produk PT Pindad (Persero) Yudi, kepada detikFinance, Sabtu (11/10/2014).

Senjata jenis SPR (Senapan Penembak Runduk) 2 ini ditegaskan Yudi, memang buatan asli PT Pindad. Senjata ini memang canggih, dan pesaing senjata-senjata yang diproduksi dari AS maupun Rusia.

SPR 2 mempunyai spesifikasi panjang larasnya 1050 mm dan beratnya 19 kg. Peluru yang digunakan berkaliber 12,7 mm, dengan jarak tembaknya 1,8 hingga 2 km.

"Mereka (buyers Australia dan Amerika) mengira ini mainan. Saya jelaskan ini senjata asli, mereka bilang Indonesia sudah hebat," imbuhnya.

SPR 2 didesain bukan untuk menembak personel/orang melainkan material termasuk kendaraan lapis baja. Yudi mengklaim senjata ini bisa meledakan satu kendaraan hanya dengan sekali tembakan dengan peluru MU3 Blam. Hanya saja masih ada satu komponen dari senjata ini yang masih harus diimpor.

"Teleskop kita masih menggunakan buatan luar negeri yaitu Jerman. Masalah lensa kita belum bisa buat," imbuhnya.

Saat ini SPR 2 masih menjadi salah satu komponen senjata penting Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat bertugas. Selain digunakan di dalam negeri, senjata ini juga sudah diekspor ke negara luar.

"Berapa harganya? Saya belum sebut karena ini G to G (perjanjian antar pemerintah) kalau mau beli. Selain TNI, kita juga sudah mulai ekspor ke Fiji," sebutnya.

Sumber : finance.detik

Related Posts:

Bikin KEDER.! Pasukan Super ELIT TNI, Sampai Rela Jadi Gelandangan dan PENGEMIS!

Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merupakan pasukan elite di jajaran Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).

Berbeda dengan pasukan reguler, para prajurit yang bernaung di dalam Kopassus kerap menjalankan misi-misi khusus.

Misi-misi khusus itu umumnya tidak bisa dijalankan oleh pasukan reguler karena mereka tidak mendapatkan ketrampilan dan pelatihan khusus seperti yang didapatkan oleh Kopassus.

Kopassus selama ini dikenal memiliki satu unit pasukan khusus yang memiliki spesialisasi penanganan teror.
Pasukan itu dikenal dengan Sat-81 Penanggulangan Teror (Gultor).

Menelisik jauh ke belakang, Sat-81/Gultor berdiri pada dekade 1980-an atas prakarsa dari L.B. Moerdani yang saat itu menjadi salah satu dedengkot pasukan khusus dan TNI.
Konon, pasukan ini dibentuk dengan latar belakang kasus pembajakan pesawat Garuda Indonesia 206 di Woyla, Thailand tahun 1981.

Luhut Binsar Pandjaitan dan Prabowo Soebianto didapuk menjadi Komandan dan Wakil Komandan pertama Sat-81/Gultor.

Mereka dikirim ke Grenzschutzgruppe-9 (GSG-9) di Jerman untuk menjalani spesialisasi teror.

Sekembalinya ke Indonesia, mereka bertugas merekrut anggota yang kelak menjadi penerus Sat-81/Gultor.
Namun, tahukah Anda jika saat ini Sat-81 tidak lagi menggunakan nama Penanggulangan Teror atau Gultor di belakang namanya?

Seorang perwira menengah di Sat-81 menceritakan alasan penghapusan “brand” Gultor ini secara khusus kepada Angkasa dan Commando.

Tanpa menyebut tanggal pasti, ia menyebutkan bahwa nama Gultor di Kopassus sudah dihilangkan sejak beberapa tahun yang lalu.

Sehingga saat ini nama resminya adalah Sat-81 Kopassus.
“Alasannya, sejak terjadinya serangan bom 2001 (teror gedung WTC di Amerika Serikat), pola teror sudah berubah sama sekali. Perubahan ini tentu merubah seluruh kemampuan kami,” ungkapnya.

Sejak saat itu, anggota Sat-81 dilatih ulang dan diberi kemampuan lebih banyak, tidak hanya sekadar penanggulangan teror.

“Saya tidak bisa sebut apa kemampuan lain yang kami latihkan. Tapi yang jelas, kami sekarang tidak hanya spesialisasi di kasus penanggulangan teror, tapi juga di beberapa hal lain,” tambahnya.

Jika dilihat bersama, kasus-kasus terorisme saat ini jelas jauh berbeda dengan aksi teror di dekade 80 dan 90-an.
Di masa itu, pola teror lebih banyak menyandera masyarakat sipil, meminta adanya transaksi untuk menebus para sandera.
Sebuah aksi teror di masa itu bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Pelaku teror pun cenderung lebih sabar dan membuka kran perundingan.

Walau aksi-aksi yang konvensional itu masih ada, namun aksi teror saat ini cenderung dikerjakan soliter dan dalam tempo yang sesingkatnya.

“Kebanyakan tidak ada lagi tawan-menawan sampai berhari-hari. Dalam waktu sekian jam kalau tidak dituruti sandera langsung dibunuh. Atau malah langsung membunuh saja tanpa ada permintaan apa-apa,” tambah perwira tersebut.
Inilah yang mendasari TNI AD, dalam hal ini Kopassus, untuk mengubah pelatihan penanganan teror dan menambah kemampuan lain pada anggota Sat-81.

Meski tidak ingin membuka apa kemampuan lebih Sat-81 Kopassus saat ini, namun sang perwira memberikan satu bocoran.

“Cyber war (peperangan siber) sudah kami mulai walau masih sangat awal,” jelasnya.

Kualifikasi tinggi, unit kecil, durasi singkat

Dikutip dari dw.com, Kualifikasi personel Satgultor 81 secara umum lebih tinggi dari satuan sejenis (primus inter pares), dan paling lama didirikan (tahun 1981).

Oleh karenanya personel Satgultor baru diturunkan, bila ancaman itu bersifat kompleks dengan skala kesulitan terbilang tinggi.

Dan satu lagi yang harus diingat, palagan yang disediakan bagi Satgultor ada pada ruang yang terbatas (seperti pesawat terbang dan gedung), dan biasanya di perkotaan, bukan pertempuran konvensional di dataran luas atau rimba raya.

Itu sebabnya model operasi penindakan dari Satgultor 81 (juga satuan anti-teror lainnya), memiliki istilah teknis Pertempuran Jarak Dekat (PJD, Close Quarters Battle)
Apa yang kita lihat dalam Operasi Tinombala, itu sudah lebih dari sekedar operasi anti-teror, sehingga kurang tepat pula bila personel Satgultor diturunkan.

Operasi di Poso lebih tepat disebut sebagai operasi lawan gerilya (counter insurgency), dilihat dari segi jumlah personel yang diturunkan dan lamanya waktu operasi.

Satgultor dilatih untuk bergerak dalam unit kecil, dengan durasi sangat cepat, bukan lagi dalam hitungan jam, tapi menit.
Sementara operasi di Poso, jumlah personelnya yang diturunkan mencapai ribuan, palagannya luas dan berbulan-bulan di lokasi.

Satuan seperti Densus 88 atau Brimob Polri masih bisa melaksanakan operasi lawan gerilya, karena jumlah personelnya relatif besar, di mana setiap Polda memiliki satuan Densus 88.

Terlebih Brimob, yang salah satu tugas pokoknya memang operasi lawan gerilya.

Sementara “karakter” Satgultor bukan untuk operasi semacam itu.

Bila Kopassus pada akhirnya mendapat tugas operasi lawan gerilya, bukan Satgultor yang dikirimkan, namun satuan lainnya seperti Grup 1 dan Grup 2 (kualifikasi para komando), atau Grup 3 (Sandi Yudha, operasi senyap).
Tiga Grup Khusus

Untuk membedakan dengan pasukan reguler, satuan dalam Kopassus juga dibagi secara khusus.

Satuan setingkat Brigade diberi nama Grup. Terdapat tiga grup di Kopassus, yakni Grup I, Grup II dan Grup III.
Di samping grup, terdapat satuan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus yang berlokasi di Batujajar, Bandung, serta Satuan 81/Penanggulangan Teror (Gultor) bertempat di Cijantung, Jakarta Timur.

Gultor ini bisa dikategorikan sebagai satuan pasukan Kopassus paling elit dan mampu melaksanakan misi tempur dalam bentuk apa pun.

Setiap Grup dipimpin seorang Kolonel. Di bawahnya terdapat Batalyon yang dikomandoi perwira berpangkat Letnan Kolonel.

Di bawahnya terdapat detasemen, tim, unit dan satuan tugas khusus, masing-masing dikomandani perwira berpangkat Letnan sampai Mayor sesuai beban tugasnya.

Lalu, apa beda Grup I, II dan III di dalam Kopassus?
Grup I dan Grup II Kopassus memiliki peran yang sama, yakni Para Komando atau disingkat Parako.

Dalam penugasannya, mereka bisa diterjunkan di mana saja. Mulai dari operasi lintas udara, hingga penyerbuan amfibi dari laut.
Grup I berdiri pada 23 Maret 1963 dan bermarkas di Serang, Banten dan komandan pertama adalah Mayor Benny Moerdani.

Grup I membawahi 1.274 personel yang terbagi ke empat batalyon tempur, yakni Batalyon 11/Atulo Sena Baladhika, Batalyon 12/Asabha Sena Baladhika, Batalyon 13/Thikkaviro Sena Baladhika dan Batalyon 14/Bhadrika Sena Baladhika.
Sementara Grup II Kopassus didirikan pada tahun 1962. Grup ini bermarkas di Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Grup II membawahi 1.459 personel yang terbagi ke tiga batalyon tempur, yakni Batalyon 21/Bhirawa Yudha, Batalyon 22/Manggala Yudha, dan Batalyon 23/Dhanuja Yudha.
Berbeda dengan dua grup tersebut, Grup III memiliki penambahan spesialisasi, yakni di bidang intelijen.

Hal itu bisa dilihat dari belakang nama satuan, Sandi Yudha.
Satuan ini memiliki spesifikasi tugas perang rahasia berupa 'Clandestine Operation', di antaranya intelijen tempur atau combat intel, dan counter insurgency (kontra 

pemberontakan). Satuan ini bermarkas di Mako Cijantung.
Tidak mudah menjadi bagian dari satuan ini, setiap calon personel wajib menjalani seleksi yang sangat ketat, mulai dari calon prajurit yang masih pendidikan hingga personel yang sudah bertugas aktif di kesatuan tetapi punya bakat intelijen akan dilatih lagi.

Salah satu tes untuk menjadi seorang intelijen Kopassus adalah melakukan praktek intelijen yang sesungguhnya dengan berbagai cara dan tidak boleh melanggar hukum.
Misalnya sampai ada yang menjadi pengemis atau orang jalanan betulan demi melaksanakan praktek menjadi seorang calon intelijen.(angkasa/intisari/dw.com)

sumber : tribun

Related Posts:

Menilik Kekuatan Militer Indonesia vs Filipina, Mana yang Lebih SANGAR?

Salah satu fungsi utama dari keberadaan militer di suatu negara adalah untuk mengisi peran pertahanan dan menjaga kedaulatan wilayah. Berada tepat di tengah dua samudera dan dua benua, Indonesia merupakan negara yang sarat akan ancaman. Berbentuk negara kepulauan terbesar, Indonesia pula merupakan negara yang sebagian besar celah pertahanannya berada di kawasan lautan. Bagaimanakah perbandingan kekuatan militer Indonesia dengan negara-negara tetangga? Berikut ulasan yang diambil dari situs Global Fire Power 2017 untuk memberikan gambaran perbandingan kekuatan militer di tingkat regional.

Beberapa Indikator Kekuatan Militer
Kekuatan militer (fire power) meliputi segala aspek alat negara dan sumber daya yang terdapat di suatu negara yang dapat difungsikan dengan segera untuk keperluan perang. Perangkingan kekuatan militer yang dilakukan oleh Global Fire Power (GFP) berdasarkan penilaian atas sejumlah indikator kekuatan militer, yaitu:

1. Personil
2. Sistem Persenjataan (Alutsista)
3. Kekuatan Maritim
4. Kekuatan Logistik
5. Sumber Daya Alam
6. Kekuatan Geografis
7. Kekuatan Keuangan (Finansial)
8. Lain-lain (Pendukung)

Berikut perbandingannya Indonesia dan Filipina, jauh lebih unggul Indonesia





Related Posts:

Ditugaskan Buru Teroris, TNI Malah Mendapat Tangkapan Kelas KAKAP!

Ilustrasi
Indonesia saat ini tengah waspada dengan datangnya teroris, untuk itulah pihak keamanan selalu siap siaga. Seperti halnya Tim East Fleet Response (EFQR) Lantamal Tarakan juga diberi tugas untuk memburu teroris yang saat ini meresahkan penduduk Tanah Air. Namun, saat menjalankan tugas untuk berburu teroris, mereka malah mendapatkan tangkapan besar lainnya.

Mereka sukses menangkan penumpang speedboat berinisial IS (38) dengan barang bukti berupa obat-obatan terlarang dari jenis sabu-sabu dengan berat 5 kg dan sekarang sudah diamankan. Feri Fachroni selaku Komandan Lantamal XIII Tarakan Laksamana Pertama TNI  menyebutkan jika penangkapan tersebut bermula dari kecurigaan petugas saat melihat speedboat yang melintas di wilayah Tanjung Haus.

Saat itu, speedboat tidak menggunakan jalur tengah laut.

“Speedboat ini melintasi lewat pinggir pulau saja sehingga langsung didatangi oleh tim untuk dilakukan pemeriksaan. Bukannya berhenti ketika didatangi, motoris malah memacu speedboat-nya lebih kencang. Karena kesigapan, tim EFQR Lantamal XIII Tarakan bisa menghentikan laju speedboat yang digunakan oleh pelaku,” papar Fachroni seperti yang tertera di jpnn.com.

Dia juga menambahkan jika setelah menghentikan speedboat tersebut, petugas langsung melakukan penggeledahan secara menyeluruh. Dan dari situ petugas berhasil menemukan paket yang dibungkus plastik hitam yang ternyata berisi lima paket sabu-sabu. Dan masing-masing paket tersebut berisi 1 kg sabu.

Dan untuk memastikan apakah barang tersebut benar sabu-sabu, pihaknya langsung melakukan pengecekan ke Mako Lantamal XIII Tarakan, dan saat hasilnya keluar ternyata positif sabu-sabu. Pihaknya langsung melakukan pengembangan untuk menelusuri jalur penyelundupan narkoba.

Dan tepat pukul 11:30 WITA, tim EFQR berhasil menangkap MA di sekitaran SPBU Keluarahn Juata Laut.

“SA dan IS ini merupakan kurir jalur laut yang mengambil sabu-sabu dari wilayah sekitar tambak untuk diantar ke MA yang merupakan kurir jalur darat. Nantinya MA akan langsung mengatarkannya kepada pemesan,” jelasnya lebih lanjut.

Para pelaku ternyata sudah tiga kali membawa sabu-sabu untuk diedarkan ke Tarakan. Dan para pelaku tersebut akan dijerat Pasal 112 ayat 2 dan 114 ayat 2 UU 35/2009 Tentang Narkotika serta pasal 196 sub Pasal 197 UU RI 36/2009 tentang Kesehatan.

Sumber : suratkabat

Related Posts:

MERINDING.! Kisah para Preman yang Selamat dari PETRUS di Zaman Soeharto!

Tato di rezim Orde Baru, tahun 1980-1985 diidentikan dengan preman. Kala itu, ada istilah penembak misterius atau petrus yang bertugas membersihkan para preman-preman. Tanpa ampun, mereka yang dicap sebagai penjahat menjadi sasaran pembunuhan.

Operasi bersih-bersih ini hampir dilakukan di seluruh daerah. Komnas HAM mencatat ada 2.000 korban selama petrus bergentayangan. Tahun 2012, Komnas HAM menyimpulkan petrus adalah pelanggaran HAM berat. Hingga kini siapa para petrus itu masih jadi misteri.

Keadaan ini tak hanya membuat para preman yang menamakan dirinya Gali alias gabungan anak liar resah, orang-orang biasa, tetapi mempunyai tato juga ketakutan. Mereka khawatir menjadi korban keganasan petrus.

Kisah ini dialami oleh seorang guru di Bogor, sebut saja namanya Peter. Peter yang berasal dari Indonesia Timur memiliki sejumlah tato di tubuhnya. Gemetar dengan aksi petrus, Peter pun memilih ngungsi ke rumah kakaknya yang tentara di Jonggol, untuk beberapa bulan.

"Waktu itu ketakutan dengan petrus. Isunya orang bertato dicariin, bokap gue takut," kata sang anak yang enggan menyebutkan namanya kepada merdeka.com, Sabtu (13/4).

Apalagi, katanya, waktu itu teman Peter yang memiliki tato tiba-tiba saja menghilang. Bahkan, sampai Peter tutup usia, tak ada lagi kabar berita mengenai sang teman yang memiliki tato.

"Satu kampung, mereka dicap preman. Bokap sendiri punya pengalaman temannya hilang, dan tidak ketemu," katanya.

Setelah isu petrus mulai mereda, Peter baru memberanikan diri kembali berkumpul dengan orangtuanya. "Akhirnya bokap gue bisa hidup tenang, dan jadi pengusaha," katanya.

Pengalaman buruk soal petrus juga dialami oleh Toni, warga Margahayu, Bandung. Pada tahun 1980-an, Toni menjadi korban salah tangkap para petrus yang disinyalir sebagai orang-orang terlatih.

Di Rukun Warga (RW), tempatnya tinggal waktu itu ada dua nama Toni. Toni yang dicari adalah preman yang suka meminta uang secara paksa ke tukang parkir di Terminal Kebon Kalapa. Sedangkan Toni yang ditangkap adalah seorang guru.

Pada suatu malam, Toni dikejutkan dengan kedatangan sejumlah pria yang memaksanya masuk ke dalam mobil Land Rover. Di dalam mobil, muka Toni ditutup kain hitam, dan lehernya sudah dijerat dengan tali.

"Saya bukan preman, saya guru. Saya sampai sumpah-sumpah," ungkap Toni menceritakan pengalaman buruknya ke para tetangga.

Mendengar itu, salah seorang petrus memerintahkan agar identitas Toni diperiksa. Setelah KTP-nya dicek, dan para pembunuh berdarah dingin meyakini kalau salah orang, akhirnya Toni dibebaskan.

"Saya dibuang di Cikole sekitar 16 kilometer dari Margahayu, dengan tangan diikat," ujarnya.

Beberapa bulan setelah kejadian itu, Toni yang dicari-cari ditemukan tewas mengenaskan di pinggir jalan Kota Bandung. Warga meyakini si tukang palak itu tewas di tangan para penembak misterius. 

sumber : merdeka.com

Related Posts:

SANGAR.! 4 Artis Ini Dulunya Bekas TENTARA. Nomor 1 Tidak Akan Ada yang Menyangka!

Berganti profesi adalah hal yang wajar dilakukan ketika seseorang merasa tidak menemukan passion-nya di profesi yang digeluti. Tapi, bisa juga peralihan profesi ini juga karena dorongan untuk mendapatkan pengalaman yang baru, atau bahkan demi memenuhi permintaan seseorang yang sangat penting.

Peralihan profesi ini bahkan bisa terjadi di kalangan militer dan polisi-profesi yang banyak diminati orang dan proses seleksinya untuk bisa masuk sebagai anggota sangat ketat. Tapi, yang lebih mengejutkan adalah adanya mantan anggota militer maupun polisi yang beralih profesi menjadi seorang selebriti. Mereka pun bisa meraih sukses di 'tempat' yang baru.

Fenomena ini terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Beberapa nama yang oleh publik Tanah Air dikenal sebagai selebriti, ternyata dulunya seorang tentara maupun polisi. Siapa saja seleb Indonesia yang mantan anggota militer maupun polisi? Berikut ulasan singkatnya, dikutip dari berbagai sumber, Rabu (7/6).

1. Kabul Basuki alias Tessy Srimulat.



Siapa yang nggak kenal pelawak yang khas dengan berderet batu akik di jarinya ini? Rasanya hampir semua kenal, apalagi generasi 80-90-an. Kabul yang memakai nama panggung Tessy ini sering berakting sebagai perempuan. Tapi di balik gayanya itu, Tessy ternyata mantan anggota KKO (sekarang Korps Marinir) TNI Angkatan Laut. Bahkan, Tessy pernah terlibat dalam Operasi Trikora untuk pembebasan Irian tahun 1961-1963. Kariernya sebagai seorang kombatan terpaksa berakhir karena memenuhi permintaan sang Ibunda.

2. Amoroso Katamsi.




Sosok kelahiran Jakarta, 21 Oktober 1940 ini pernah berdinas aktif di TNI Angkatan Laut hingga mencapai golongan perwira tinggi dengan pangkat terakhir Laksamana Pertama (jenderal bintang satu). Ayah dari musisi ternama Doddy Katamsi ini di layar kaca akan diingat publik dalam aktingnya di sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Mantan Ketua PARFI ini mulai dikenal di dunia hiburan saat bermain di film Penumpasan Pengkhianatan G-30 S/PKI pada 1982. Dia juga ikut tampil dalam film bertema militer Dibalik 98.

3. Kaharuddin Syah (alm).




Seleb yang tutup usia pada 12 Maret 2012 pada umur 69 tahun ini adalah purnawirawan TNI Angkatan Laut dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel. Kaharuddin yang lahir di Tebing Tinggi itu kerap muncul di layar kaca pada era 1970-1980-an. Beberapa film yang pernah dibintanginya adalah Letnan Harahap, Janur Kuning, Guruku Cantik Sekali, Naga Bonar, Catatan Si Boy, dan Dalam Mihrab Cinta.

4. Kris Biantoro (alm).



Kris Biantoro yang terlahir dengan nama Christoporus Soebiantoro di Magelang, 17 Maret 1938 ini adalah seorang Veteran Kemerdekaan RI. Kris yang dikenal sebagai aktor, penyanyi, sekaligus MC ini pernah terlibat dalam Operasi Trikora. Aktor yang tutup usia pada 13 Agustus 2013 dalam umur 75 tahun itu pernah membintangi beberapa film terkenal, di antaranya Si Manis Jembatan Ancol, Kuntianak, Bajingan Tengik, Tiga Sekawan, dan Kuda-kuda Binal.

Related Posts:

Cuma Modal Sehelai Rumput, Serda Woli Kalahkan Alat Canggih dari Negara Lain.!


Serda Woli Hamsan salah satu anggota Kontingen TNI Angkatan Darat menjadi petembak terbaik dalam perlombaan Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2017 di Puckapunyal, Australia. 

Banyak tantangan yang dihadapi di sana. Namun Serda Woli membuktikan prajurit TNI tak mudah dikalahkan walau dengan alat canggih sekali pun.

Masalah pertama adalah soal cuaca. Iklim di Australia berbeda dengan Indonesia. Di sana suhu bisa mencapai 4 sampai 10 derajat celcius, sehingga cukup dingin.

"Mungkin yang agak sulit cuaca karena kalau di Indonesia itu kan kita biasa cuaca cukup panas 27-29 derajat celcius. Sehingga itu harus punya kiat-kiat khusus untuk mengatasi cuaca di sana," kata Serda Woli di Mabes TNI AD, Selasa (30/5).

Pengalaman yang menarik dan paling diingat dari Serda Woli adalah soal arah angin. Pada saat angin kencang, prajurit dari negara lain membawa alat yang canggih untuk mengukur arah angin dan kecepatannya. Sedangkan Indonesia hanya cukup mengambil rumput dari bawah yang dilempar ke atas. Dari sana para prajurit TNI sudah punya perkiraan akurat soal arah angin dan kecepatannya.

Hasilnya justru kontingen Indonesia mendapat nilai terbaik saat angin kencang bertiup. Ternyata modal sebatang rumput bisa mengalahkan wind meter. Hal ini cukup membuat tentara lain bengong.

"Katanya kok begitu saja dengan cara seperti itu bisa cepat menembaknya kita yang menggunakan yang canggih kurang bagus menembaknya begitu," kata Serda Woli.

Dia mengakui lawan terberat datang dari tuan rumah Australia. "Ya mungkin mereka sudah menguasai medan ya," kata Serda Woli.

Atas prestasinya, Serda Woli mendapatkan sebuah rumah dari Kepala Staf TNI AD Jenderal Mulyono. Tak cuma itu, Kasad juga membebaskan Serda Woli untuk memilih lokasi rumahnya sendiri. Dia mengaku bersyukur atas hadiah itu.

Saat ini Serda Woli bertugas di Kostrad Depok. Dia mengaku ingin pensiun nanti di Depok juga. 

"Mungkin di Depok, mungkin ya," kata Serda Woli Hamsan. 

sumber : merdeka

Related Posts:

(ARSIP) GAHAR.!! Meski Beribadah PUASA, Denjaka TNI AL Menangi Ajang RIMPAC!

Dalam Latma Multilateral Rim of The Pacific (Rimpac) 2014 yang berlangsung 26 Juni hingga 1 Agustus 2014, Marinir TNI AL menjadi kontingen Indonesia. Dalam pelatihan tersebut, mereka kembali menorehkan tinta emas. Dua anggota Datasemen Jala Mangkara (Denjaka), sebuah Datasemen pasukan khusus TNI AL, telah menerima label Godzilla sebagai penghargaan bagi peserta tertangguh selama pelatihan.

“Justru aneh jika kita tidak menjadi yang terbaik dalam pelatihan ini. Karena setiap pelatihan seperti ini kita selalu menjadi yang terbaik,” ujar Serka (Mar) Riyanto Pane, salah seorang penerima penghargaan tersebut.

Selain Pane, penerima lainnya ialah Kopda (Mar) Subiyanto. Keduanya membuktikan bahwa kemampuan Denjaka memang berada di atas kemampuan tentara angkatan laut negara lain peserta Rimpac 2014.

“Keunggulan tentara kita itu tidak pernah mengenal kata menyerah. Mungkin karena kita memiliki pepatah lama bahwa tidak ada rotan, akar pun jadi. Ini bisa negatif, juga bisa positif maknanya. Dan kita tidak pernah ketergantungan oleh satu alat. Contoh, ketika latihan menembak di sana, walaupun dengan menggunakan alat seadanya, ya kita jauh lebih unggul dibandingkan mereka yang sudah pakai alat canggih sekalipun, tetap mereka masih lewat dengan kami,” ujar Pane saat ditemui JMOL di Bumi Marinir Cilandak beberapa waktu lalu.

Menurutnya, TNI sudah terbiasa dengan hal-hal yang serba kekurangan. Hikmahnya, secara kemampuan, jauh lebih unggul.

Sementara itu, Kopda (Mar) Subiyanto menambahkan, “Memang kalau secara peralatan, kita jauh tertinggal, tetapi kemampuan kita bisa sejajar, bahkan lebih dari mereka.”

Kedua pria yang sebelumnya berasal dari Batalyon Intai Amfibi (Taifib) ini mengakui dengan rendah hati bahwa porsi latihan di sana tidak ada yang lebih dari porsi latihan di sini.

“Dari sekian banyak porsi latihan yang diberikan oleh instruktur pada dasarnya sama saja, hanya namanya saja yang beda (menggunakan bahasa Inggris—red). Di sini pun kami juga sudah mendapat latihan seperti itu, bahkan sudah lebih jauh,” ujar Subiyanto.

Tetapi, mereka berdua mengakui bahwa pelatihan ini sangatlah berkesan dan istimewa, terutama dalam hal persahabatan antarbangsa dan antarnegara.

“Jadi, pada intinya, tidak ada yang baru dalam porsi latihan dan kemampuan, akan tetapi manfaat yang sangat berharga dalam latihan Rimpac ini adalah bagaimana kita menjalin hubungan dengan negara-negara lain. Jadi, maksud dari atasan-atasan kami mengirim kami ke sana agar mampu menyamakan persepsi dan mempererat hubungan antarnegara tadi. Dan saya katakan bahwa pelatihan ini sangat istimewa, karena kami bisa bersahabat dengan tentara dari negara lain,” tutur Pane.

Tetap Beribadah Puasa

Yang menarik dalam pelatihan Rimpac 2014 lalu dilaksanakan dalam nuansa bulan puasa bagi yang beragama Islam. Sehinggayang menjalankan ibadah puasa akan menjadi kendala selama pelatihan.

Tetapi, hal itu tidak berlaku bagi anggota Denjaka. Mereka tetap dengan semangat mengikuti porsi latihan dan menjadi panutan bagi tentara negara lain.

“Ini yang mereka heran, terutama US Marine. Mereka kalau latihan pasti bawa minum satu orang botol besar. Mereka sangat kaget melihat kita yang berpuasa tetapi tetap menjalankan porsi latihan yang sama,” ungkap Pane dengan penuh semangat.

Karena kemampuan dan ketangguhannya, Marinir Indonesia kerap mendapat pujian dan rasa kagum dari tentara negara lain. Ini pun diakui saat berakhirnya pelatihan, tenda Marinir Indonesia banyak dikunjungi kontingen negara lain.

“Yang pasti mereka sangat kagum dengan kita. Terlihat saat berakhirnya pelatihan, tenda Indonesia paling banyak dikunjungi oleh kontingen dari negara lain,” kenang Pane.

Pelatihan Rimpac 2014 diikuti 23 negara, dan untuk Marinir, dipusatkan di Kaniohe Bay (Marine Corps Base Hawaii).

Sumbber : Jurnal Maritim

Related Posts:

Ranger AS Kagum Lihat Aksi Raider TNI AD, Langsung Minta Berguru!

Pengakuan soal ketangguhan Tentara Nasional Indonesia di hadapan militer dunia lainnya seakan tak habis-habis. Merdeka.com sebelumnya mengangkat kisah Kopaska AL ataupun Kopassus. Kini, giliran pasukan khusus milik Angkatan Darat yang berada di bawah naungan Kodam Brawijaya ikut mengundang decak kagum asing.

Pada Oktober 2014, Resimen 2nd Stryker Pasukan Khusus Ranger, Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) menggelar latihan di Indonesia. Mereka berlatih bersama dengan Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat, Batalion Infanteri 411/Raider.

Latihan yang digelar di Hutan Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, itu digelar sebulan penuh. Seperti dilansir military.com (2/10/2014), para tentara AS sengaja datang jauh-jauh untuk mempelajari taktik perang daerah tropis.

Tak disangka, latihan survival di tengah hutan Jatim itu sangat mengerikan. Dari pengakuan Pratu Juan Gonzalez (20 tahun), persiapan mereka di Negeri Paman Sam jadi kurang gahar.

Sebelum berangkat satu kompi pasukan Ranger ini dilatih bertahan hidup di Pegunungan Fort Irwin, California sebulan penuh. Itu saja sudah berat sekali.

"Latihan yang mengerikan di kampung halaman tidak menggambarkan apa yang saya alami di Jawa Timur. Ada beberapa hal yang belum saya dapat. Misalnya bagaimana bila tiba-tiba berhadapan ular," kata Gonzalez yang berasal dari Kota Chicago ini.

Dan dalam momen itulah, aksi-aksi pasukan Raider TNI AD begitu memesona bagi Gonzalez. Rekan yang baru dia kenal ini mengajarkan bagaimana bertahan hidup di hutan tropis yang serba lembab sehingga menguras energi. Termasuk membunuh dan menyantap hewan buas, contohnya ular.

"Saya sangat takut ular. Saya tidak mau melakukannya lagi," kata anggota regu penembak ini sambil tergelak.

Dari segi ketahanan fisik, walau berasal dari iklim yang berbeda, Pasukan Ranger AS mengakui hebatnya Raider dalam menghemat tenaga. Banyak tips didapatkan para infanteri asing ini, misalnya

metode bertempur di hutan hujan yang mengandalkan gerak cepat.

Sersan Jeffrey Baldwin salah satu yang merasakan manfaat latihan bersama ini. Dia mengaku tak segan-segan berguru pada pasukan Raider karena efektivitas tempur TNI AD dalam situasi lingkungan mahakeras.

"Saya sangat kagum dengan pasukan Indonesia. Saya banyak mendapatkan ilmu baru," ujarnya.

Di luar itu, Ranger AS merasa betah berlatih sebulan di Situbondo karena tentara Indonesia sangat ramah. Mereka jadi kawan yang bisa diandalkan untuk bertahan hidup.

Selama 30 hari, dua pasukan beda negara ini hidup bersama. Mereka harus mencari bahan makanan alami, menangkap hewan, serta bertahan dari cuaca yang berubah-ubah di hutan.

"Kami benar-benar saling terikat satu sama lain selama pelatihan. Kenangan itu sangat membekas," kata Gonzalez.

Sekadar informasi, US Ranger yang berlatih di Jatim itu dikirim dari Joint Base Lewis-Mchord. Divisi tersebut adalah yang paling banyak dikirim bertempur di Afghanistan dan Irak, karena dianggap punya pengetahuan taktis terlengkap menghadapi perang gerilya kota maupun hutan.

Sepanjang perang delapan tahun di Irak, anggota divisi Stryker yang tewas 'cuma' 42 prajurit. Batalion inilah pasukan yang paling akhir ditarik dari medan tempur di Timur Tengah.

Sementara Infanteri Raider adalah satuan tempur khusus untuk pertempuran darat. Dibentuk sejak Oktober 1945, pasukan dengan motto "Cepat, Senyap, dan Tepat" ini tercatat berjasa memadamkan pemberontakan APRA, PRRI/Permesta, serta menumpas DI/TII.

Dalam operasi militer di Aceh selama 2001-2003, pasukan Raider-lah yang bertanggung jawab menewaskan Panglima GAM Tengku Ishak Daud

sumber : merdeka

Related Posts:

Mantap Jiwa..! Kisah Mengharukan Prajurit Durman yang Selalu PUASA di Saat Perang!

Razia Satpol PP terhadap warung tegal milik Saeni di Serang, Banten menjadi viral di media sejak beberapa hari lalu. Ketika itu, Saeni sampai menangis saat semua dagangannya diangkut Satpol PP. Bahkan, akibat kejadian tersebut para netizen menggalang dana hingga tembus Rp 200 juta. Tak ketinggalan, Presiden Joko Widodo juga ikut memberikan sumbangan berupa uang tunai Rp 10 juta.

Hingga kini respons netizen masih ramai di media sosial. Berbagai pengalaman pribadi terkait puasa Ramadan bermunculan. Salah satunya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pengalamannya ketika di medan perang dan dibagikan melalui akun Facebook pribadinya.

"Bicara tentang puasa, saya teringat kepada salah seorang anak buah yang rajin berpuasa walau saat sedang berada di tengah medan perang. Namanya, Sersan Mayor Durman, Caraka saya di Kompi A Denpur-1/Parako dalam operasi tempur di Timor Portugis tahun 1975 – 1976," tulis Luhut di akunnya seperti dikutip brilio.net, Rabu (15/6).

Menurut cerita Luhut, sepanjang berlangsungnya operasi, Durman tetap menjalankan ibadah puasa. Padahal perlengkapan perang yang digendongnya sangat berat.

"Kala itu, perlengkapan yang dibawa setiap prajurit memang cukup berat. Beberapa diantaranya berupa senapan otomatis AK-47, 750 butir peluru kaliber 7,62 mm, 3 magasin lengkung, 2 granat, bekal makan untuk beberapa hari, baju loreng, kaos, sepatu lapangan, dan topi rimba. Belum lagi setiap regu masih harus membawa senapan mesin RPD, peluncur roket RPG-2 buatan Yugoslavia, 60 peluru roket 90 mm, penyembur api lengkap dengan 5 mortir dan 18 butir peluru," terang dia.

Lanjut dia, operasi di Timor Timor (kini Timor Leste) itu terbilang cukup berat. Banyak parajurit gugur di medan laga. Selama 5 bulan operasi, pertempuran hampir setiap hari. Pasukan Fretilin, lawannya mempunyai motivasi tempur tinggi, kemampuan serta disiplin menembak prima, dan menguasai medan dengan sempurna.

"Kami di Kompi A mengawali operasi ini pada tanggal 7 Desember 1975 dengan kekuatan 110 orang prajurit. Tapi pada Maret 1976, jumlahnya bersisa menjadi 80 orang saja," tambanya.

Luhut mengungkapkan makanan yang mereka makan adalah bekal makanan kaleng T-1. Meski begitu, Durman tetap melaksanakan puasanya penuh.

"Setiap siang Durman dengan setianya membukakan kaleng makanan dan menyodorkannya kepada saya. Ada kalanya juga kami memasak makanan sendiri ketika merasa bosan dengan menu ransum tempur itu. Namun apapun menu kami, Durman tetap berpuasa dan tidak pernah batal," kenang Luhut.

Related Posts:

Kopral Besar BAGYO, Prajurit "TERKUAT TNI" yang 20 Tahun Menolak Naik Pangkat!

Kopral Kepala Cpm (Purn) Partika Subagyo Lelono. Dia lebih dikenal dengan sebutan “Kopral Bagyo” saja. Prajurit satu ini aneh bukan main. Selain karena ketangguhan fisiknya, Bagyo selama 32 tahun berdinas di TNI --sepanjang umur Orde Baru-- hingga kini pensiun, tidak pernah mau naik pangkat.

Padahal, naik pangkat artinya naik gaji. Dan Kopral Bagyo sudah lebih dari lima kali ditawari kenaikan pangkat. Terakhir sebelum pensiun, bahkan tawaran datang langsung dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

“Ia menawari kursus keprajuritan lagi paling tidak satu bulan (untuk naik pangkat). Tapi saya bilang begini ke Panglima: jangankan sebulan Panglima, sehari pun saya tidak mau. Lalu Panglima tertawa dan menyahut: ya wes, sak karepmu wae (terserah kamu saja),” kata Kopral Bagyo, bercerita kepada kumparan di kampungnya di Solo, belum lama ini.

Bagyo hanya mau menyandang titel Kopral --salah satu pangkat terendah (kelompok tamtama) dalam keprajuritan di TNI, tak mau yang lain. Sungguh keras kepala. Ada apa sih di balik sikap ngeyel-nya itu?

Suatu hari di tahun 2006, karena berhasil memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) setelah melakukan push-up 12 jam nonstop di Kantor Wali Kota Solo, wajah Bagyo muncul di sampul majalah terbitan Corps Polisi Militer (CPM). Ia menjadi cover boy.

“Memang saat (memecahkan rekor MURI) itu, saya push-up di depan komandan korem. Ada juga Pak Jokowi yang saat itu masih jadi Wali Kota Solo. Berita (saya push-up 12 jam nonstop) itu sampai ke pusat,” ujar Bagyo.

Tak ayal nama Kopral Bagyo makin tenar hingga Jakarta, sampai menjadi cover boy lokal di tempat dinasnya.

Saat itulah ide “selamanya Kopral” mulai menyusupi otak Bagyo, dan akhirnya mengendap ajek di sana.

“Biasanya di cover itu pimpinan TNI. Baru pertama kali, wajah kopral, wajah dengan pangkat terendah, jadi cover majalah Gajah Mada. Judulnya ‘Kopral Langka dari Solo.’ Melihat kata-kata itu, saya eman-eman (merasa sayang), ingin mengabadikan predikat ini,” kata Bagyo.

Kopral Bagyo 

Sang Kopral pun berjanji kepada komandannya, bahwa “Kopral Langka dari Solo” akan terus menjunjung tinggi nilai-nilai keprajuritan di manapun dia berada.

Kopral Bagyo juga berjanji kepada Tuhan untuk menjaga pangkat rendah dia itu selamanya.
Sungguh sinting. Tapi jika tak begitu, bukan Kopral Bagyo namanya.

Dia sudah siap menanggung konsekuensi atas pilihannya menjadi kopral seumur hidup, yakni semalanya berpenghasilan rendah.
Yang penting, kata Bagyo, bersyukur.

Lagi-lagi semesta bekerja dengan caranya. Kopral Bagyo tak pernah kekurangan apapun.
“Saya serahkan kepada Tuhan, tapi bersyukur anak-anak sudah jadi. Sebelum saya pensiun, kedua anak saya sudah jadi prajurit. Mungkin ini cara Tuhan membalas rasa syukur saya,” kata Bagyo.

Ada satu hal lagi yang membuat Bagyo ingin menjadi kopral abadi, yakni saat melihat seorang prajurit dengan pangkat yang lebih tinggi hendak mengganggu prajurit dari korps lain.

“Waktu itu badan saya masih kurus. Bobot saya masih 67 kilogram. Saat itu ada rekan baru. Dia nakal, bertengkar dengan korps lain. Saya pisahkan mereka. Dia (prajurit yang nakal) mengalah, kalah,” ujar Bagyo.

“Saya ingin memberikan contoh ke adik-adik prajurit, pangkat bukan segalanya,” imbuhnya.
Keistimewaan fisik yang dimiliki Kopral Bagyo tak lantas membuatnya tinggi hati dan bermalas-malasan. Dia makin semangat berolahraga dan melatih diri menjaga kebugaran.

Tak ada yang bisa menggoyahkan keinginan Bagyo untuk menyandang pangkat kopral abadi, dari Komandan Resimen hingga Panglima TNI.

Semua takluk pada tekadnya.

“Panglima akhirnya bilang: ya sudah, tapi kamu jangan jelek-jelekkan TNI ya. Saya jawab: siap, saya akan terus menjaga nama baik TNI, pimpinan, dan keluarga saya,” kata Bagyo, mengisahkan ulang percakapannya dengan Jenderal Gatot.

Kopral Bagyo telah memilih, dan menjalani pilihannya dengan hati senang.

Baiklah Kopral, kami tunggu aksimu selanjutnya!

sumber : kumparan

Related Posts:

Mengenang OPERASI "Dompet Kempes", Ketika Tukang Becak "Dihukum" Para Tentara!

Cara unik dilakukan Detasemen Polisi Militer (Denpom) IV/4 Solo, untuk memperingati HUT TNI ke-70 tahun yang jatuh hari ini, 5 Oktober 2015 dengan menggelar Operasi yang bertajuk 'Operasi Dompet Kempes'.

Operasi ini ditujukan pada sejumlah pebecak (tukang becak) dan pengguna jalan, untuk makan bersama di sebuah angkringan yang telah disediakan.

Alhasil, para pengguna jalan yang kebetulan melintas di depan Markas Denpom IV/4 Solo yang terletak di Jalan Arifin, Solo, Jawa Tengah, terkejut saat dihentikan aparat Polisi Militer.

Seperti yang dialami seorang pebecak bernama Martono. Martono terlihat kebingungan saat diminta mengeluarkan dompet miliknya.

Tanpa banyak bertanya lagi, Martono pun mengeluarkan dompet dari dalam celananya. Apalagi beberapa anggota personel gabungan antara TNI dan Kepolisian pun nampak mengerubunginya dan melakukan pengecekan terhadap isi dompetnya. Hal itu Membuat Martono semakin ketakutan.

Saat dompet Martono dibuka oleh anggota Denpom, Kopral Kepala (Kopka) Pratika Subagyo Lelono, Subagyo langsung berteriak ketika melihat isi dompet milik Martono tersebut kosong dan tak ada uang di dalamnya.

"Kenapa kosong? Tidak ada duitnya? Ini (Indonesia) kan sudah merdeka. Ini pelanggaran, harus ditindak tegas," ucap Kopka Bagyo kepada Martono, Senin (5/10/2015).

Martono semakin tambah bingung saat diperintahkan untuk mengikuti pemeriksaan lanjutan dengan menjalani persidangan. Saat persidangan berlangsung, petugas menanyakan apakah Martono sudah makan apa belum.

Suasana langsung cair seketika saat Martono dijelaskan hukuman yang diterima usai diperiksa, adalah makan nasi bungkus bersama-sama di angkringan yang memang sengaja disewa.

“Sudah makan belum? Kalau belum, njenengan (Anda) saya hukum dengan menghabiskan satu bungkus nasi dan makanan ini,” jelas Kopka Bagyo sambil tertawa lepas.

Operasi Dompet Kempes ini bertujuan untuk mendekatkan anggota TNI dengan masyarakat dari segala lapisan. Juga bertujuan meramaikan HUT TNI yang ke-70 tahun dengan makan bersama.

Baik dengan masyarakat juga anggota Polri. Dengan begitu harapanya semua akan rukun dan tidak ada perpecahan untuk kemajuan Indonesia.

"(Operasi dompet) bercanda saja sifatnya. Kita sebagai prajurit TNI, maju bersama masyarakat kecil semacam tukang becak ini. Ini merupakan acara kecil-kecilan untuk memeriahkan HUT TNI ke-70 yang jatuh pada hari ini,” pungkas Bagyo.

sumber : okezone

Related Posts:

Menegangkan! Kisah Soeharto Tembus Medan Perang Sarajevo untuk Bantu Bosnia!

Tahun 1992-1995, konflik di Balkan memakan korban ribuan rakyat Bosnia. Tentara Serbia menggelar aksi kejam untuk memusnahkan etnis Bosnia. Pembantaian yang terjadi terhadap Muslim Bosnia tercatat sebagai genosida paling mengerikan setelah Perang Dunia II usai.

Di tengah baku tembak antara Bosnia dan Serbia, itulah Presiden Soeharto berkunjung ke Balkan. Setelah bertemu Presiden Kroasia Franjo Tudjman, di Zagreb pada tahun 1995, Presiden Soeharto pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Sarajevo, ibu kota Bosnia Herzegovina.

Demikian dikisahkan dalam Buku 'Pak Harto The Untold Stories' yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2011.

Anggota rombongan kaget. Baru saja mereka mendengar kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi ditembaki saat terbang ke Bosnia. Namun insiden penambakan itu tidak menyurutkan langkah pemimpin negara Non Blok ini berangkat ke Bosnia.

Setelah berdebat, PBB mengizinkan Soeharto terbang ke Bosnia. Syaratnya, Soeharto harus menandatangani surat pernyataan risiko. Artinya PBB tak bertanggung jawab jika suatu hal menimpa Presiden RI kedua ini di Sarajevo.

Presiden Soeharto langsung meminta formulir kepada Sjafrie Sjamsoeddin, Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden. Dia langsung menandatangani surat itu tanpa ragu.

Sjafrie ketar-ketir juga. Apalagi saat Soeharto menolak mengenakan helm baja. Dia juga tak mau menggunakan rompi antipeluru seberat 12 kg yang dikenakan oleh setiap anggota rombongan.

"Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja," ujar Soeharto pada Sjafrie.

Pak Harto tetap menggunakan jas dan kopiah. Sjafrie pun ikut-ikutan mengenakan kopiah yang dipinjamnya dari seorang wartawan yang ikut. Tujuannya untuk membingungkan sniper yang pasti akan mengenali Presiden Soeharto di tengah rombongan.

"Ini dilakukan untuk menghindari sniper mengenali sasaran utamanya dengan mudah," terang Sjafrie.

Suasana mencekam. Saat mendarat di Sarajevo, Sjafrie melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat terbang terus bergerak mengikuti pesawat yang ditumpangi rombongan Presiden Soeharto.

Saat konflik, lapangan terbang itu dikuasai dua pihak. Pihak Serbia menguasai landasan dari ujung ke ujung, sementara kiri-kanan landasan dikuasai Bosnia.

"Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. Melihat Pak Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya pun ikut kuat, tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah," beber Sjafrie.

Setelah mendarat, bukan berarti masalah selesai. Mereka harus melewati Sniper Valley, sebuah lembah yang menjadi medan pertarungan para penembak jitu Serbia dan Bosnia. Sudah tak terhitung banyaknya korban yang jatuh akibat tembakan sniper di lembah itu.

Pak Harto naik panser VAB yang sudah disediakan Pasukan PBB. Walau di dalam panser, bukan berarti mereka akan aman 100 persen dari terjangan peluru sniper. Tapi Presiden Soeharto santai-santai saja.

Akhirnya mereka sampai di Istana Presiden Bosnia yang keadaannya sangat memprihatinkan. Tidak ada air mengalir, sehingga air bersih harus diambil dengan ember. Pengepungan yang dilakukan Serbia benar-benar meluluh-lantakan kondisi Bosnia.

Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic menyambut hangat kedatangan Presiden Soeharto. Dia benar-benar bahagia Soeharto tetap mau menemuinya walaupun harus melewati bahaya.

Setelah meninggalkan istana, Sjafrie pun bertanya pada Soeharto mengapa nekat mengunjungi Bosnia yang berbahaya. Termasuk menyampingkan keselamatan dirinya.

"Ya kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang ya kita datang saja. Kita tengok," jawab Pak Harto.

"Tapi resikonya sangat besar, Pak" kata Sjafrie lagi.

"Ya itu bisa kita kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka jadi tambah semangat," kata Pak Harto.

Kata-kata itu membekas di hati Sjafrie. Bahkan sampai puluhan tahun kemudian, dia masih ingat kata-kata Presiden Soeharto tersebut.

"Kalimat yang diucapkannya bermuatan keteladanan yang berharga bagi siapa pun yang hendak menjadi pemimpin," tutup Sjafrie.

Sumber : merdeka.com

Related Posts: