Serda Woli Hamsan salah satu anggota Kontingen TNI Angkatan Darat menjadi petembak terbaik dalam perlombaan Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2017 di Puckapunyal, Australia. Banyak tantangan yang dihadapi di sana. Namun Serda Woli membuktikan prajurit TNI tak mudah dikalahkan walau dengan alat canggih sekali pun. Masalah pertama adalah soal cuaca. Iklim di Australia berbeda dengan Indonesia. Di sana suhu bisa mencapai 4 sampai 10 derajat celcius, sehingga cukup dingin. "Mungkin yang agak sulit cuaca karena kalau di Indonesia itu kan kita biasa cuaca cukup panas 27-29 derajat celcius. Sehingga itu harus punya kiat-kiat khusus untuk mengatasi cuaca di sana," kata Serda Woli di Mabes TNI AD, Selasa (30/5). Pengalaman yang menarik dan paling diingat dari Serda Woli adalah soal arah angin. Pada saat angin kencang, prajurit dari negara lain membawa alat yang canggih untuk mengukur arah angin dan kecepatannya. Sedangkan Indonesia hanya cukup mengambil rumput dari bawah yang dilempar ke atas. Dari sana para prajurit TNI sudah punya perkiraan akurat soal arah angin dan kecepatannya. Hasilnya justru kontingen Indonesia mendapat nilai terbaik saat angin kencang bertiup. Ternyata modal sebatang rumput bisa mengalahkan wind meter. Hal ini cukup membuat tentara lain bengong. "Katanya kok begitu saja dengan cara seperti itu bisa cepat menembaknya kita yang menggunakan yang canggih kurang bagus menembaknya begitu," kata Serda Woli. Dia mengakui lawan terberat datang dari tuan rumah Australia. "Ya mungkin mereka sudah menguasai medan ya," kata Serda Woli. Atas prestasinya, Serda Woli mendapatkan sebuah rumah dari Kepala Staf TNI AD Jenderal Mulyono. Tak cuma itu, Kasad juga membebaskan Serda Woli untuk memilih lokasi rumahnya sendiri. Dia mengaku bersyukur atas hadiah itu. Saat ini Serda Woli bertugas di Kostrad Depok. Dia mengaku ingin pensiun nanti di Depok juga. "Mungkin di Depok, mungkin ya," kata Serda Woli Hamsan. sumber : merdeka
Dalam Latma Multilateral Rim of The Pacific (Rimpac) 2014 yang berlangsung 26 Juni hingga 1 Agustus 2014, Marinir TNI AL menjadi kontingen Indonesia. Dalam pelatihan tersebut, mereka kembali menorehkan tinta emas. Dua anggota Datasemen Jala Mangkara (Denjaka), sebuah Datasemen pasukan khusus TNI AL, telah menerima label Godzilla sebagai penghargaan bagi peserta tertangguh selama pelatihan. “Justru aneh jika kita tidak menjadi yang terbaik dalam pelatihan ini. Karena setiap pelatihan seperti ini kita selalu menjadi yang terbaik,” ujar Serka (Mar) Riyanto Pane, salah seorang penerima penghargaan tersebut. Selain Pane, penerima lainnya ialah Kopda (Mar) Subiyanto. Keduanya membuktikan bahwa kemampuan Denjaka memang berada di atas kemampuan tentara angkatan laut negara lain peserta Rimpac 2014. “Keunggulan tentara kita itu tidak pernah mengenal kata menyerah. Mungkin karena kita memiliki pepatah lama bahwa tidak ada rotan, akar pun jadi. Ini bisa negatif, juga bisa positif maknanya. Dan kita tidak pernah ketergantungan oleh satu alat. Contoh, ketika latihan menembak di sana, walaupun dengan menggunakan alat seadanya, ya kita jauh lebih unggul dibandingkan mereka yang sudah pakai alat canggih sekalipun, tetap mereka masih lewat dengan kami,” ujar Pane saat ditemui JMOL di Bumi Marinir Cilandak beberapa waktu lalu. Menurutnya, TNI sudah terbiasa dengan hal-hal yang serba kekurangan. Hikmahnya, secara kemampuan, jauh lebih unggul. Sementara itu, Kopda (Mar) Subiyanto menambahkan, “Memang kalau secara peralatan, kita jauh tertinggal, tetapi kemampuan kita bisa sejajar, bahkan lebih dari mereka.” Kedua pria yang sebelumnya berasal dari Batalyon Intai Amfibi (Taifib) ini mengakui dengan rendah hati bahwa porsi latihan di sana tidak ada yang lebih dari porsi latihan di sini. “Dari sekian banyak porsi latihan yang diberikan oleh instruktur pada dasarnya sama saja, hanya namanya saja yang beda (menggunakan bahasa Inggris—red). Di sini pun kami juga sudah mendapat latihan seperti itu, bahkan sudah lebih jauh,” ujar Subiyanto. Tetapi, mereka berdua mengakui bahwa pelatihan ini sangatlah berkesan dan istimewa, terutama dalam hal persahabatan antarbangsa dan antarnegara. “Jadi, pada intinya, tidak ada yang baru dalam porsi latihan dan kemampuan, akan tetapi manfaat yang sangat berharga dalam latihan Rimpac ini adalah bagaimana kita menjalin hubungan dengan negara-negara lain. Jadi, maksud dari atasan-atasan kami mengirim kami ke sana agar mampu menyamakan persepsi dan mempererat hubungan antarnegara tadi. Dan saya katakan bahwa pelatihan ini sangat istimewa, karena kami bisa bersahabat dengan tentara dari negara lain,” tutur Pane. Tetap Beribadah Puasa Yang menarik dalam pelatihan Rimpac 2014 lalu dilaksanakan dalam nuansa bulan puasa bagi yang beragama Islam. Sehinggayang menjalankan ibadah puasa akan menjadi kendala selama pelatihan. Tetapi, hal itu tidak berlaku bagi anggota Denjaka. Mereka tetap dengan semangat mengikuti porsi latihan dan menjadi panutan bagi tentara negara lain.
“Ini yang mereka heran, terutama US Marine. Mereka kalau latihan pasti bawa minum satu orang botol besar. Mereka sangat kaget melihat kita yang berpuasa tetapi tetap menjalankan porsi latihan yang sama,” ungkap Pane dengan penuh semangat. Karena kemampuan dan ketangguhannya, Marinir Indonesia kerap mendapat pujian dan rasa kagum dari tentara negara lain. Ini pun diakui saat berakhirnya pelatihan, tenda Marinir Indonesia banyak dikunjungi kontingen negara lain. “Yang pasti mereka sangat kagum dengan kita. Terlihat saat berakhirnya pelatihan, tenda Indonesia paling banyak dikunjungi oleh kontingen dari negara lain,” kenang Pane. Pelatihan Rimpac 2014 diikuti 23 negara, dan untuk Marinir, dipusatkan di Kaniohe Bay (Marine Corps Base Hawaii). Sumbber : Jurnal Maritim
Pengakuan soal ketangguhan Tentara Nasional Indonesia di hadapan militer dunia lainnya seakan tak habis-habis. Merdeka.com sebelumnya mengangkat kisah Kopaska AL ataupun Kopassus. Kini, giliran pasukan khusus milik Angkatan Darat yang berada di bawah naungan Kodam Brawijaya ikut mengundang decak kagum asing. Pada Oktober 2014, Resimen 2nd Stryker Pasukan Khusus Ranger, Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) menggelar latihan di Indonesia. Mereka berlatih bersama dengan Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat, Batalion Infanteri 411/Raider. Latihan yang digelar di Hutan Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, itu digelar sebulan penuh. Seperti dilansir military.com (2/10/2014), para tentara AS sengaja datang jauh-jauh untuk mempelajari taktik perang daerah tropis. Tak disangka, latihan survival di tengah hutan Jatim itu sangat mengerikan. Dari pengakuan Pratu Juan Gonzalez (20 tahun), persiapan mereka di Negeri Paman Sam jadi kurang gahar. Sebelum berangkat satu kompi pasukan Ranger ini dilatih bertahan hidup di Pegunungan Fort Irwin, California sebulan penuh. Itu saja sudah berat sekali. "Latihan yang mengerikan di kampung halaman tidak menggambarkan apa yang saya alami di Jawa Timur. Ada beberapa hal yang belum saya dapat. Misalnya bagaimana bila tiba-tiba berhadapan ular," kata Gonzalez yang berasal dari Kota Chicago ini. Dan dalam momen itulah, aksi-aksi pasukan Raider TNI AD begitu memesona bagi Gonzalez. Rekan yang baru dia kenal ini mengajarkan bagaimana bertahan hidup di hutan tropis yang serba lembab sehingga menguras energi. Termasuk membunuh dan menyantap hewan buas, contohnya ular. "Saya sangat takut ular. Saya tidak mau melakukannya lagi," kata anggota regu penembak ini sambil tergelak. Dari segi ketahanan fisik, walau berasal dari iklim yang berbeda, Pasukan Ranger AS mengakui hebatnya Raider dalam menghemat tenaga. Banyak tips didapatkan para infanteri asing ini, misalnya metode bertempur di hutan hujan yang mengandalkan gerak cepat. Sersan Jeffrey Baldwin salah satu yang merasakan manfaat latihan bersama ini. Dia mengaku tak segan-segan berguru pada pasukan Raider karena efektivitas tempur TNI AD dalam situasi lingkungan mahakeras. "Saya sangat kagum dengan pasukan Indonesia. Saya banyak mendapatkan ilmu baru," ujarnya. Di luar itu, Ranger AS merasa betah berlatih sebulan di Situbondo karena tentara Indonesia sangat ramah. Mereka jadi kawan yang bisa diandalkan untuk bertahan hidup. Selama 30 hari, dua pasukan beda negara ini hidup bersama. Mereka harus mencari bahan makanan alami, menangkap hewan, serta bertahan dari cuaca yang berubah-ubah di hutan. "Kami benar-benar saling terikat satu sama lain selama pelatihan. Kenangan itu sangat membekas," kata Gonzalez. Sekadar informasi, US Ranger yang berlatih di Jatim itu dikirim dari Joint Base Lewis-Mchord. Divisi tersebut adalah yang paling banyak dikirim bertempur di Afghanistan dan Irak, karena dianggap punya pengetahuan taktis terlengkap menghadapi perang gerilya kota maupun hutan. Sepanjang perang delapan tahun di Irak, anggota divisi Stryker yang tewas 'cuma' 42 prajurit. Batalion inilah pasukan yang paling akhir ditarik dari medan tempur di Timur Tengah. Sementara Infanteri Raider adalah satuan tempur khusus untuk pertempuran darat. Dibentuk sejak Oktober 1945, pasukan dengan motto "Cepat, Senyap, dan Tepat" ini tercatat berjasa memadamkan pemberontakan APRA, PRRI/Permesta, serta menumpas DI/TII. Dalam operasi militer di Aceh selama 2001-2003, pasukan Raider-lah yang bertanggung jawab menewaskan Panglima GAM Tengku Ishak Daud sumber : merdeka
Razia Satpol PP terhadap warung tegal milik Saeni di Serang, Banten menjadi viral di media sejak beberapa hari lalu. Ketika itu, Saeni sampai menangis saat semua dagangannya diangkut Satpol PP. Bahkan, akibat kejadian tersebut para netizen menggalang dana hingga tembus Rp 200 juta. Tak ketinggalan, Presiden Joko Widodo juga ikut memberikan sumbangan berupa uang tunai Rp 10 juta. Hingga kini respons netizen masih ramai di media sosial. Berbagai pengalaman pribadi terkait puasa Ramadan bermunculan. Salah satunya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pengalamannya ketika di medan perang dan dibagikan melalui akun Facebook pribadinya. "Bicara tentang puasa, saya teringat kepada salah seorang anak buah yang rajin berpuasa walau saat sedang berada di tengah medan perang. Namanya, Sersan Mayor Durman, Caraka saya di Kompi A Denpur-1/Parako dalam operasi tempur di Timor Portugis tahun 1975 – 1976," tulis Luhut di akunnya seperti dikutip brilio.net, Rabu (15/6). Menurut cerita Luhut, sepanjang berlangsungnya operasi, Durman tetap menjalankan ibadah puasa. Padahal perlengkapan perang yang digendongnya sangat berat. "Kala itu, perlengkapan yang dibawa setiap prajurit memang cukup berat. Beberapa diantaranya berupa senapan otomatis AK-47, 750 butir peluru kaliber 7,62 mm, 3 magasin lengkung, 2 granat, bekal makan untuk beberapa hari, baju loreng, kaos, sepatu lapangan, dan topi rimba. Belum lagi setiap regu masih harus membawa senapan mesin RPD, peluncur roket RPG-2 buatan Yugoslavia, 60 peluru roket 90 mm, penyembur api lengkap dengan 5 mortir dan 18 butir peluru," terang dia. Lanjut dia, operasi di Timor Timor (kini Timor Leste) itu terbilang cukup berat. Banyak parajurit gugur di medan laga. Selama 5 bulan operasi, pertempuran hampir setiap hari. Pasukan Fretilin, lawannya mempunyai motivasi tempur tinggi, kemampuan serta disiplin menembak prima, dan menguasai medan dengan sempurna. "Kami di Kompi A mengawali operasi ini pada tanggal 7 Desember 1975 dengan kekuatan 110 orang prajurit. Tapi pada Maret 1976, jumlahnya bersisa menjadi 80 orang saja," tambanya. Luhut mengungkapkan makanan yang mereka makan adalah bekal makanan kaleng T-1. Meski begitu, Durman tetap melaksanakan puasanya penuh. "Setiap siang Durman dengan setianya membukakan kaleng makanan dan menyodorkannya kepada saya. Ada kalanya juga kami memasak makanan sendiri ketika merasa bosan dengan menu ransum tempur itu. Namun apapun menu kami, Durman tetap berpuasa dan tidak pernah batal," kenang Luhut.
Kopral Kepala Cpm (Purn) Partika Subagyo Lelono. Dia lebih dikenal dengan sebutan “Kopral Bagyo” saja. Prajurit satu ini aneh bukan main. Selain karena ketangguhan fisiknya, Bagyo selama 32 tahun berdinas di TNI --sepanjang umur Orde Baru-- hingga kini pensiun, tidak pernah mau naik pangkat. Padahal, naik pangkat artinya naik gaji. Dan Kopral Bagyo sudah lebih dari lima kali ditawari kenaikan pangkat. Terakhir sebelum pensiun, bahkan tawaran datang langsung dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. “Ia menawari kursus keprajuritan lagi paling tidak satu bulan (untuk naik pangkat). Tapi saya bilang begini ke Panglima: jangankan sebulan Panglima, sehari pun saya tidak mau. Lalu Panglima tertawa dan menyahut: ya wes, sak karepmu wae (terserah kamu saja),” kata Kopral Bagyo, bercerita kepada kumparan di kampungnya di Solo, belum lama ini. Bagyo hanya mau menyandang titel Kopral --salah satu pangkat terendah (kelompok tamtama) dalam keprajuritan di TNI, tak mau yang lain. Sungguh keras kepala. Ada apa sih di balik sikap ngeyel-nya itu? Suatu hari di tahun 2006, karena berhasil memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) setelah melakukan push-up 12 jam nonstop di Kantor Wali Kota Solo, wajah Bagyo muncul di sampul majalah terbitan Corps Polisi Militer (CPM). Ia menjadi cover boy. “Memang saat (memecahkan rekor MURI) itu, saya push-up di depan komandan korem. Ada juga Pak Jokowi yang saat itu masih jadi Wali Kota Solo. Berita (saya push-up 12 jam nonstop) itu sampai ke pusat,” ujar Bagyo. Tak ayal nama Kopral Bagyo makin tenar hingga Jakarta, sampai menjadi cover boy lokal di tempat dinasnya. Saat itulah ide “selamanya Kopral” mulai menyusupi otak Bagyo, dan akhirnya mengendap ajek di sana. “Biasanya di cover itu pimpinan TNI. Baru pertama kali, wajah kopral, wajah dengan pangkat terendah, jadi cover majalah Gajah Mada. Judulnya ‘Kopral Langka dari Solo.’ Melihat kata-kata itu, saya eman-eman (merasa sayang), ingin mengabadikan predikat ini,” kata Bagyo. Kopral Bagyo Sang Kopral pun berjanji kepada komandannya, bahwa “Kopral Langka dari Solo” akan terus menjunjung tinggi nilai-nilai keprajuritan di manapun dia berada. Kopral Bagyo juga berjanji kepada Tuhan untuk menjaga pangkat rendah dia itu selamanya. Sungguh sinting. Tapi jika tak begitu, bukan Kopral Bagyo namanya. Dia sudah siap menanggung konsekuensi atas pilihannya menjadi kopral seumur hidup, yakni semalanya berpenghasilan rendah. Yang penting, kata Bagyo, bersyukur. Lagi-lagi semesta bekerja dengan caranya. Kopral Bagyo tak pernah kekurangan apapun. “Saya serahkan kepada Tuhan, tapi bersyukur anak-anak sudah jadi. Sebelum saya pensiun, kedua anak saya sudah jadi prajurit. Mungkin ini cara Tuhan membalas rasa syukur saya,” kata Bagyo. Ada satu hal lagi yang membuat Bagyo ingin menjadi kopral abadi, yakni saat melihat seorang prajurit dengan pangkat yang lebih tinggi hendak mengganggu prajurit dari korps lain. “Waktu itu badan saya masih kurus. Bobot saya masih 67 kilogram. Saat itu ada rekan baru. Dia nakal, bertengkar dengan korps lain. Saya pisahkan mereka. Dia (prajurit yang nakal) mengalah, kalah,” ujar Bagyo. “Saya ingin memberikan contoh ke adik-adik prajurit, pangkat bukan segalanya,” imbuhnya. Keistimewaan fisik yang dimiliki Kopral Bagyo tak lantas membuatnya tinggi hati dan bermalas-malasan. Dia makin semangat berolahraga dan melatih diri menjaga kebugaran. Tak ada yang bisa menggoyahkan keinginan Bagyo untuk menyandang pangkat kopral abadi, dari Komandan Resimen hingga Panglima TNI. Semua takluk pada tekadnya. “Panglima akhirnya bilang: ya sudah, tapi kamu jangan jelek-jelekkan TNI ya. Saya jawab: siap, saya akan terus menjaga nama baik TNI, pimpinan, dan keluarga saya,” kata Bagyo, mengisahkan ulang percakapannya dengan Jenderal Gatot. Kopral Bagyo telah memilih, dan menjalani pilihannya dengan hati senang. Baiklah Kopral, kami tunggu aksimu selanjutnya! sumber : kumparan
Cara unik dilakukan Detasemen Polisi Militer (Denpom) IV/4 Solo, untuk memperingati HUT TNI ke-70 tahun yang jatuh hari ini, 5 Oktober 2015 dengan menggelar Operasi yang bertajuk 'Operasi Dompet Kempes'. Operasi ini ditujukan pada sejumlah pebecak (tukang becak) dan pengguna jalan, untuk makan bersama di sebuah angkringan yang telah disediakan. Alhasil, para pengguna jalan yang kebetulan melintas di depan Markas Denpom IV/4 Solo yang terletak di Jalan Arifin, Solo, Jawa Tengah, terkejut saat dihentikan aparat Polisi Militer. Seperti yang dialami seorang pebecak bernama Martono. Martono terlihat kebingungan saat diminta mengeluarkan dompet miliknya. Tanpa banyak bertanya lagi, Martono pun mengeluarkan dompet dari dalam celananya. Apalagi beberapa anggota personel gabungan antara TNI dan Kepolisian pun nampak mengerubunginya dan melakukan pengecekan terhadap isi dompetnya. Hal itu Membuat Martono semakin ketakutan. Saat dompet Martono dibuka oleh anggota Denpom, Kopral Kepala (Kopka) Pratika Subagyo Lelono, Subagyo langsung berteriak ketika melihat isi dompet milik Martono tersebut kosong dan tak ada uang di dalamnya. "Kenapa kosong? Tidak ada duitnya? Ini (Indonesia) kan sudah merdeka. Ini pelanggaran, harus ditindak tegas," ucap Kopka Bagyo kepada Martono, Senin (5/10/2015). Martono semakin tambah bingung saat diperintahkan untuk mengikuti pemeriksaan lanjutan dengan menjalani persidangan. Saat persidangan berlangsung, petugas menanyakan apakah Martono sudah makan apa belum. Suasana langsung cair seketika saat Martono dijelaskan hukuman yang diterima usai diperiksa, adalah makan nasi bungkus bersama-sama di angkringan yang memang sengaja disewa. “Sudah makan belum? Kalau belum, njenengan (Anda) saya hukum dengan menghabiskan satu bungkus nasi dan makanan ini,” jelas Kopka Bagyo sambil tertawa lepas. Operasi Dompet Kempes ini bertujuan untuk mendekatkan anggota TNI dengan masyarakat dari segala lapisan. Juga bertujuan meramaikan HUT TNI yang ke-70 tahun dengan makan bersama. Baik dengan masyarakat juga anggota Polri. Dengan begitu harapanya semua akan rukun dan tidak ada perpecahan untuk kemajuan Indonesia. "(Operasi dompet) bercanda saja sifatnya. Kita sebagai prajurit TNI, maju bersama masyarakat kecil semacam tukang becak ini. Ini merupakan acara kecil-kecilan untuk memeriahkan HUT TNI ke-70 yang jatuh pada hari ini,” pungkas Bagyo. sumber : okezone